by Yohanes Sandy 09 December, 2013
Geliat Wisata Pinisi di Indonesia
Sukses dengan kapal pertama, Patti merilis MSV Si Datu Bua, yang juga dibuat oleh orang Sulawesi. “Hanya ada sedikit tempat di dunia di mana tradisi ratusan tahun pembuatan perahu kayu masih dipraktikkan,” kenangnya. Silolona Sojourns melayani sekitar 130 pelayaran carter tiap tahunnya. Destinasinya bukan cuma Indonesia, tapi juga Myanmar dan Thailand. Sedangkan penumpangnya adalah kalangan VIP, mulai dari anggota keluarga Rockefeller hingga para petinggi BMW. Mei silam, Gwyneth Paltrow menyewa Silolona untuk tur ke Taman Nasional Komodo. Secret Retreats, grup khusus akomodasi butik, memasukkan Silolona sebagai anggotanya. “Silolona ibarat hotel butik terapung; memiliki karakter, karisma, serta sejarah dan kebudayaan yang terukir di rangkanya. Persis seperti hotel-hotel kami,” ujar Stéphane Junca, Managing Director Secret Retreats.
Hotel juga terjun ke bisnis wisata pinisi, salah satunya Grup Alila. Pinisi miliknya, Alila Purnama, mulai beroperasi pada Desember 2012 dengan opsi dua destinasi, yakni Taman Nasional Komodo dan Raja Ampat. Kapal sepanjang 46 meter ini dibekali tiga dek, lima kabin, serta interior berisi furnitur kayu. Servis khas Alila menjadi standar baku dalam memuaskan 10 penumpangnya.
Jumlah penumpang yang minim adalah salah satu ciri pinisi premium. Pembatasan ini ditujukan untuk menjaga privasi dan kenyamanan. Baru-baru ini, Oazia menawarkan level privasi yang lebih ekstrem melalui kapalnya yang berkapasitas hanya dua orang! Grup yang membawahi resor, studio, serta butik ini didirikan oleh Veronika Blomgren, pengusaha Rusia yang bermukim di Bali.
Tahun ini, dia meluncurkan Alexa, pinisi sepanjang 31 meter yang menaungi hanya satu kabin. Target utamanya pelancong avonturir yang ingin menikmati trip bahari romantis bersama pasangan. Wujud Alexa mencerminkan karakter pemiliknya yang gemar mengeksplorasi desain. Veronika Blomgren memasang karpet asal Persia, alas piknik dari Uzbekistan, serta ornamen interior dari India, Thailand, juga Pakistan. “Saya ingin membuat kapal yang unik,” ungkap Veronika. “Minimnya pengalaman dalam mendesain kapal membebaskan saya dari stereotip pembuatan kapal.” Alexa bukanlah kapal baru. Awalnya, pinisi ini merupakan kapal kargo yang melayani rute ke Sumba, Sulawesi, serta Sumbawa. Dua tahun silam, Victoria membelinya, lalu mentransformasinya menggunakan jasa belasan pekerja di Sulawesi dan Bali.
Pinisi, produk terbaik Sulawesi selain rempah-rempah dan Habibie, adalah kapal layar dengan reputasi harum di dunia maritim. Pelaut-pelaut Bugis menaikinya untuk menaklukkan samudra dalam ekspedisi-ekspedisi niaga dan muhibah. Dikutip dari berbagai sumber, babad La Galigo mencatat, pinisi pertama dibuat pada abad ke-14 oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu, guna membawanya ke Tiongkok. Kapal ini juga menorehkan tinta emas dalam sejarah pelayaran nasional dengan menempuh rute Jakarta-Vancouver pada 1986.
Pinisi hingga kini masih diproduksi. Tiap tahapannya, mulai dari pemilihan kayu hingga pelepasan kapal, diiringi ritual khusus. Segala dimensi sejarah dan budaya itulah yang turut dijajakan para operator dalam memikat klien. Rasanya tak ada yang lebih seksi dari mengarungi negara yang nenek moyangnya seorang pelaut, menuju pulau-pulau eksotis di jantung segitiga karang dunia, dengan menaiki kapal kayu yang melegenda dalam dunia pelayaran internasional.