by Wikana 23 June, 2015
Ada Apa di ArtJog?
Ada banyak seni kinetik di ArtJog tahun ini. Karya Jompet Kuswidananto, “Order and After # 1,” termasuk yang berjejak panjang. Ia membayangi kita hingga keluar gedung Taman Budaya karena terasa aktual dengan pola beragama sebagian orang saat ini. Gerakan-gerakan ritmis dari tangan yang menjabat, sosok-sosok berjubah, bendera, pengeras suara, dan lampu motor yang berkedap-kedip, terasa terus membetot.
Pengunjung juga sibuk mengambil foto diri di hadapan karya Laksmi Shitaresmi, “Nakhoda Kecil.” Karya Laksmi terasa sangat feminin. Sesosok perempuan kecil duduk mencangkung di atas perahu. Ia tampak tengah berselancar di atas awan-awan putih, dengan hamparan bunga matahari yang bergerak ritmis.
Cukup menghibur adalah “Mimefield” dari Mark Justiniani yang menghadirkan citra ilusif bolongnya lantai Taman Budaya. Pengunjung tampak penasaran dengan detail karya yang banyak menggunakan cermin ini. Lainnya adalah karya seni lintas media yang seolah hendak “melampaui” seni rupa. Aktivis Apotik Komik, Popok Tri Wahyudi, menghadirkan rumah sakit lapangan, lengkap dengan tenda, tandu, dan mobil jip.
Selebihnya adalah karya yang memancarkan kesan permainan, namun sebenarnya mengajak pengunjung “kritis” dan “menghayati” kembali fenomena kehidupan sehari-hari. Ambil contoh “Jasa Desain Cepat” dari Agus Wahyudi; Olga Rindang Amesti dan Robet Bayu dengan “Songs for Everyone”; atau “Hipnotisme untuk Niaga dan Pergaulan” dari Ade Darmawan.
Sebagai bursa seni yang mempertemukan langsung pembeli dengan seniman, ArtJog juga menjadi ajang transaksi. Kabarnya lukisan “Shangri-La” buatan Nyoman Masriadi terjual hingga Rp 4,5 miliar usai pembukaan ArtJog.
Informasi lebih lanjut, kunjungi artjog.com