Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Checking In: Hilton Bali Resort

Pemandangan aerial Hilton Bali Resort. (Foto: Hilton Bali Resort)

Bali sedang transisi musim pelan-pelan. Bulan Juni 2025, angin selatan mulai berembus dari Australia. Udaranya menyejukkan, sesekali bergantian antara terik matahari dan hujan yang tak menentu. Hari itu langit mendung dan udaranya hangat-hangat lembap, cukup membuat tubuh berkeringat—apalagi setelah menyantap babi guling pedas di kawasan Nusa Dua.

Selepas isi perut, saya kembali berkendara. Di Sawangan, Nusa Dua, saya berhenti di gerbang Hilton Bali Resort. Sudah hampir tiga dekade usianya, tapi resor ini masih berdiri tegap di atas tebing, tak lekang oleh waktu.

Seorang staf menghampiri sebelum saya sempat membuka pintu bagasi. Tangannya sigap meraih koper, langkahnya cepat tapi tetap santun. “Check-innya bisa langsung di lobi, silakan ikuti saya,” katanya. Di antara barisan pohon-pohon teduh, angin berhembus perlahan. Ada aroma laut dan bunga kamboja. Minuman selamat datang tersaji dingin—campuran markisa dan jeruk—dan sebelum pukul tiga sore saya sudah mendapat kunci kamar.

“Masih ada monyet, jadi pintu balkonnya pastikan terkunci, ya,” ujar petugas resepsionis sambil berguyon. Saya ikut tertawa, walau sempat menoleh ke luar jendela, memastikan tidak ada tamu tak diundang mengintai dari pohon.

One Bedroom Suite Ocean View

Saya memilih tipe kamar One Bedroom Suite Ocean View yang berada di Cliff Tower. Letaknya menghadap Samudra Hindia. Di siang hari, biru laut seperti menyatu dengan langit; saat malam, suara ombak menabrak karang jadi musik latar yang menenangkan.

Suite ini cukup luas untuk tiga orang. Ada ruang keluarga lega dengan sofa dan TV, kamar mandi marmer dengan bathtub dan double sink, serta amenitas dari Crabtree & Evelyn yang aromanya menyegarkan. Balkon pribadinya cukup lapang untuk duduk berdua. Kamar tidur terpisah dari ruang keluarga, dipisahkan pintu geser dari kayu yang dihias dengan ornamen Bali, dalam palet warna krem dan emas. Desainnya tidak berisik, tapi tidak juga membosankan.

Selain tipe ini, ada 420 kamar lain yang terbagi ke dalam belasan kamar, vila, dan suite. Kisaran tarif menginapnya mulai dari Rp2.750.000, (harga dicek pada Juni 2025).

Berbagai aktivitas resor yang bikin liburan tak membosankan
Salah satu aktivitas resor, wooden carving. (Foto: DestinAsian Indonesia)

Setelah beristirahat sejenak menikmati keindahan laut dari kamar, saya memutuskan untuk mengikuti sesi kelas wooden carving di taman dekat kolam. Pak Arta—pengrajin kayu asal Gianyar—mengajari saya membentuk pahatan sederhana di atas kayu berbentuk bunga. Tangan beliau cekatan, matanya tajam sambil membimbing saya memahat, walau hasil ukiran saya tampak lebih mirip retakan jalan ketimbang motif bunga. Untungnya ada tahap “finishing,” jadi bentuk akhirnya lebih enak dilihat.

Karya-karya Pak Arta juga dijual di koridor hotel. Harganya mulai dari Rp350.000 hingga dua juta, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan. Karya-karyanya akan memberikan sentuhan Bali di rumah Anda.

Selain wooden carving, resor juga menawarkan banyak kegiatan yang lebih menantang dalam program Bali Excursion, seperti berpetualang seharian ke area tengah dan barat pulau, hingga menjelajahi gunung-gunung sampai hot spring di Bali—Heart of Bali.

Pemandangan aerial kolam renang di Hilton Bali Resort. (Foto: Hilton Bali Resort)

Setelah mengukir, saya mengistirahatkan tangan sambil meregangkan otot dengan berjalan santai di pantai. Hilton Bali punya pantai sendiri, tamu bisa langsung akses ke sana. Jika airnya sedang tenang, tamu bisa berenang atau sekadar berjalan tanpa alas kaki.

Tidak jauh dari pantai, tamu juga bisa berenang di kolam. Ada empat kolam renang: satu kolam utama dengan seluncuran untuk anak-anak, satu infinity pool dewasa, dan dua kolam kecil yang tersebar di area taman. Para tamu cilik juga bisa bersenang-senang di Kid’s Club & Game Cave.

Jika ingin berenang lebih tenang, ada Elara Cabana, lounge dan bar yang terletak satu lantai lebih tinggi. Spot ini khusus untuk dewasa. Tamu juga bisa memesan hidangan Mediterania dan aneka koktail atau minuman segar lainnya.

Gerai kuliner yang beragam

Untungnya resor ini punya banyak pilihan gerai kuliner, jadi tak perlu bingung mencari makan ke luar. Malam hari, saya putuskan untuk isi ulang tenaga di The Shore, restoran tepi pantai yang menyajikan seafood dan hidangan Barat modern. Malam itu hujan turun ringan, jadi saya memilih duduk di lantai satu yang semi-indoor, karena ingin langsung melihat laut di depan mata.

Beberapa hidangan favoritnya termasuk scallop ceviche, charred king fish, patut dicoba. Bagi yang mencari alternatif non-seafood, tersedia pula pilihan daging premium seperti wagyu striploin dan lamb rack yang dimasak dengan teknik klasik.

The Shore juga punya rooftop lounge di lantai tiga yang sering luput dari perhatian. Tempat ini menjadi titik terbaik untuk menikmati semilir angin laut sambil menyeruput spritz atau mocktail, lengkap dengan siluet perahu nelayan di kejauhan.

Selain The Shore, yang patut dicoba adalah Paon Bali, yaitu restoran dengan sajian khas Nusantara. Interiornya juga mendukung konsep sajian, dengan elemen-elemen khas Bali untuk memperkental suasana adatnya. Tamu juga bisa mencicip arak Bali lewat arak tasting yang dapat dinikmati dengan harga Rp250.000 per orang. Lokasi Paon bersebrangan dengan Grain Restaurant, restoran all day dining yang menyajikan hidangan Nusantara, barat, hingga Timur Tengah.

Lokasi resor yang strategis, memudahkan pelancong berpetualang

Saya mengawali hari kedua menginap di sini dengan bersepeda. Untungnya lokasi Hilton Bali Resort termasuk salah satu yang paling strategis di kawasan selatan.

Berada di Sawangan, Nusa Dua, resor ini hanya sekitar 30 menit dari Bandara Ngurah Rai lewat jalan tol. Dari sini, tamu juga bisa menjangkau sejumlah tempat populer seperti Pantai Pandawa, Garuda Wisnu Kencana, Uluwatu, atau sekadar menyusuri deretan beach club di Jimbaran dan Ungasan. Bahkan warung legendaris seperti Babi Guling Dobiel dan Nasi Ayam Ibu Oki pun bisa dicapai dalam waktu belasan menit.

Saya akhirnya memutuskan untuk mampir ke Pantai Geger, yang masih jauh dari keramaian. Merasakan debur sedang ombak yang menyeka kaki, rasanya saya ingin berlama-lama hingga sore di sini. Namun, Pura Geger Dalem Pemutih seakan memanggil-manggil untuk disambangi juga. Ada panggilan untuk berdoa sejenak untuk memohon keselamatan. Karena tidak bawa pakaian adat Bali, saya menyewa satu set baju adat di warung dekat pantai, seharga Rp100.000.

Ada saja cerita menarik di Bali. Ketika hendak sembahyang, ada rombongan keluarga yang datang untuk melakukan ritual Tirtayatra—ritual perjalanan spiritual umat Hindu untuk berdoa ke pura-pura suci. Mereka adalah keluarga Gung Bagus Suryawan. Dia mengajak saya untuk ikut serta berdoa bersama, meskipun kami punya keyakinan yang berbeda. Di akhir pertemuan, mereka mengucapkan selamat tinggal, “semoga dapat bless, ya. Sampai bertemu lain waktu.”

Pura ini juga terkenal dengan melukat atau pembersihan diri secara spiritual. Namun ritual ini harus dipandu oleh Mangku Geger dan hanya bisa dilakukan saat bulan Purnama, di mana unsur air dalam tubuh dan alam berada pada kondisi paling seimbang dan kuat, sehingga upacara penyucian (melukat) menjadi lebih efektif dan “diterima”.

Pura Geger Dalem Pemutih. (Foto: DestinAsian Indonesia)

Untuk yang tak ingin repot mengatur transportasi—jika ingin bepergian ke tempat lain, Hilton menyediakan layanan shuttle gratis ke Bali Collection—kompleks belanja dan kuliner di Nusa Dua. Atau, cukup minta bantuan staf concierge untuk memesan taksi resmi yang selalu tersedia di lobi. Dalam tiga hari menginap, saya merasa cukup mudah bergerak ke mana pun, tanpa merasa ‘terkurung’ di resor—meskipun jujur, kalaupun hanya tinggal di dalam, Hilton sudah menawarkan cukup banyak aktivitas untuk mengisi waktu. (chs)