by Myranda Fae 1 day ago

Ketika Nakula Menjadikan Vila Sebagai Medium untuk Saling Terhubung
Sore itu langit perlahan berubah warna. Dari teras vila yang menghadap kolam, suara anak-anak terdengar samar dari dalam rumah. Di luar, dua pasang mata saling bertemu. Tak ada distraksi atau sesuatu yang diburu. Hanya secangkir teh hangat dan satu pertanyaan pelan yang akhirnya berani dilontarkan, “Gimana kamu belakangan ini?”
Momen seperti ini jarang dibicarakan dalam konteks traveling. Jika biasanya konsep “personal touch” hanya berhenti pada layanan hotel dan fasilitas tambahan, Nakula justru mengupas dan menghidupkannya lebih dalam, lewat narasi yang diselipkan dalam setiap propertinya.
Bukan sekadar tempat menginap yang nyaman dan estetik, melainkan ruang-ruang yang memungkinkan hal menyentuh terjadi, seperti percakapan yang jujur, perasaan yang tersampaikan, hubungan yang pelan-pelan diperbaiki.
“Buat kami, personal touch itu bukan sekadar layanan,” ujar Christian, CEO Nakula kepada DestinAsian Indonesia. “Tapi ketika tamu bisa pulang dari liburan dengan sebuah percakapan yang berarti, atau bahkan pemahaman baru tentang keluarganya, atau bahkan dirinya sendiri.”
Hingga saat ini, Nakula telah mengelola lebih dari 70 properti di Bali, mulai dari vila keluarga hingga vila privat. Tapi yang membedakan mereka dari manajemen properti lainnya adalah filosofi dasar mereka tentang human connection.
“Sekarang semua berlomba-lomba jualan experience. Tapi yang kami sediakan bukan sekadar aktivitas,” kata Christian. “Kami ingin menyediakan ruang-ruang yang memungkinkan tamu ngobrol, bertanya, mendengar. Kadang cuma itu yang dibutuhkan untuk menyentuh hati seseorang.”
Bagi Christian dan timnya, “personal touch” bukan soal butler pribadi atau layanan makan malam di tempat tidur. Itu semua bisa dibuat. Tapi yang mrnantang adalah bagaimana mereka bisa menyediakan ruang emosional, yang hangat dan membuat orang merasa aman untuk membuka diri.
Tak heran jika banyak tamu datang bukan hanya untuk merayakan, tapi juga untuk benar-benar ‘healing‘. “Ada yang habis kehilangan, habis perceraian, habis terapi chemo. Kita harus sadar, kita bagian dari perjalanan emosional mereka, sekecil apapun peran kita,” tambahnya.
Merayakan kebersamaan lewat arsitektur hangat The Tulou Bali
Salah satu properti unggulan Nakula adalah The Tulou Bali, vila berbentuk melingkar yang desainnya terinspirasi dari rumah tradisional komunitas Hakka di Tiongkok. Di sinilah konsep togetherness bukan sekadar jargon, tapi benar-benar dihidupkan lewat ruang.
Tulou punya tiga vila. Masing-masing lengkap dengan dapur, kolam renang dan gazebo pribadi—dengan satu hingga dua kamar tidur. Kemudian, dua suite, dan lima bungalow lainnya menawarkan kamar yang nyaman di bangunan terpisah. Semua bangunan ditata mengelilingi sebuah courtyard hijau dan kolam renang di tengah.
Kala itu, saya bermalam di Vila Prosperity. Vila ini lengkap dengan kamar tidur twin bed di lantai satu, dan single king bed di lantai dua. Tiap ruang di sini memang terasa personal, namun tetap memungkinkan para tamu merangkai kebersamaan. Ada kolam renang dan gazebo pribadi, yang pemandangannya membentang luas.
Layout keseluruhannya mendorong interaksi. Tak ada pintu yang langsung menghadap keluar, semua tertarik ke pusat.
“Desainnya seperti pelukan,” kata salah satu tamu. “Kita merasa aman, tapi tetap bebas. Rasanya kayak rumah yang nggak pernah kita tahu kita butuh.”
Lokasi kompleks vila ini terbilang sempurna. Dari taman utama, saya dapat melihat sinar cahaya sunrise di ufuk timur dan semburat sunset di ufuk barat, memberi semangat baru tiap kali ingin mengawali hari, dan memunculkan perasaan untuk bersyukur saat tiba di penghujung hari.
Keheningan yang membuka kontemplasi di Nagasutra
Hari berikutnya, ketika sampai di Nagasutra, saya langsung disambut oleh pemandangan laut Pandawa yang membentang memukau. Saya terdiam, mengamati tiap detail. Duduk di bawah naungan gazebo, sambil melihat orang-orang yang bermain paragliding—beberapa melambaikan tangan ke arah saya, what a core memory!
Ruang yang memungkinkan kita memiliki jarak pandang tak terbatas ternyata memang mampu memicu munculnya pemikiran-pemikiran yang selama ini kerap dipendam. Dan ternyata benar, seperti yang dikatakan Christian: “Jika sedang mencari tempat yang memicu kebersamaan dengan latar view yang memukau, Nagasutra adalah salah satu pilihan yang tepat.”
Nagasutra punya tujuh kamar tidur—satu master bedroom, empat single king bedroom, yang dua di antaranya terkoneksi dengan kamar tidur twin bedroom. Secara keseluruhan, kompleks mini ini mampu menampung hingga 14 orang. Semua dirancang modern, meski usianya sudah 21 tahun.
Dengan kolam renang pribadi yang berada di tengah, jacuzzi, taman luas, ruang makan dan ruang santai terbuka, hingga billiards room yang menjadi pusat hiburan malam hari, vila ini memungkinkan interaksi bisa tumbuh secara alami.
Nilai sesungguhnya dari Nagasutra bukan hanya pada fasilitasnya. Seperti dikatakan oleh Christian, CEO Nakula, “Villa bukan hanya tentang tempat tidur atau kolam. Tapi tentang space, dan space ini memungkinkan interaksi manusia yang bermakna terjadi.”
Di sinilah ruang-ruang kecil menjadi saksi momen besar, mencairkan kecanggungan, memecah tembok segan yang sudah dibangun sejak lama, atau sekadar waktu bersama yang selama ini sulit didapatkan karena kesibukan masing-masing.
“Kadang, kamu dan saudaramu hanya duduk di pinggir kolam, menghadap matahari yang mulai tenggelam,” ujar Christian. “Kalian nggak harus saling tatap mata. Tapi entah kenapa, dari keheningan itu keluar percakapan paling dalam.”
Vila ini memang tidak dirancang untuk membuat tamunya sibuk. Justru sebaliknya. Nagasutra memberi waktu dan ruang untuk pelan-pelan saling mendekat, menyampaikan apa yang selama ini tertahan, dan mungkin, menyembuhkan yang sempat retak.
Namun jika ingin mengisi hari dengan kegiatan yang lebih bervariasi—seperti cooking class, spa, yoga, dan aktivitas keluarga lainnya—tamu cukup mengajukan permintaan. Tim Nakula akan menyesuaikan, karena layanan yang personal, menurut mereka, selalu dimulai dari ‘mendengarkan.’