by Yohanes Sandy 29 December, 2014
Mencoba Premium Economy Cathay
Premium Economy menjadi alternatif bagi penumpang yang ingin merasakan kenyamanan ekstra, tapi belum rela membayar kelas Business. Apa saja kelebihannya?
Di antara Land Cruiser dan Rush, kita menemukan Fortuner. Di antara Giorgio Armani dan Armani Exchange, kita mendapati Emporio Armani. Kehadiran produk “level kedua” merupakan respons atas pertumbuhan masif kelas menengah, golongan yang mengidap aspirasi tinggi, tapi di saat yang sama cukup kalkulatif dalam berbelanja. Untuk segmen ini, sejumlah perusahaan menciptakan produk yang berada di antara kategori mewah dan massal. Di dunia penerbangan, produk tersebut hadir dengan nama Premium Economy. Saya mencicipinya dalam penerbangan Cathay Pacific dari Hong Kong menuju Ho Chi Minh City.
Cathay meluncurkannya pada 2012, kala perekonomian dunia tumbuh di atas tiga persen. Layaknya solusi jalan tengah, Premium Economy didedikasikan bagi mereka yang ingin menikmati kemewahan ekstra, tapi tak sudi (atau belum sanggup) membayar kelas Business. Premium Economy diposisikan di antara kelas Business dan Economy, baik dalam hal tarif, fitur, maupun konfigurasi.
Dalam Boeing 777-300ER yang saya naiki, kursi ditata dalam formasi 2-4-2. Khusus Airbus, konfigurasinya lebih menjanjikan kenyamanan: 2-3-2. Kursi ini sudah terpasang di 86 armada Cathay. “Kami menerima respons positif dari keberadaan Premium Economy, terutama untuk rute jarak jauh,” jelas Sierin Hamelia, Assistant Manager Marketing & Loyalty Cathay Pacific.
Kursi yang dijuluki “kelas keempat” ini menawarkan fitur leg-rest dan footrest, serta sandaran kursi yang bisa dimiringkan hingga delapan inci. Banyak fitur lainnya serupa dengan kelas Economy, tapi kualitasnya lebih mumpuni. Penumpang akan mendapatkan headset (bukan earset). Layarnya berukuran 10,6 inci, lebih luas 1,6 inci dari kelas Economy. Di bawah layar terdapat kompartemen untuk menyimpan kacamata, HP, atau pemutar musik—benda-benda yang kerap terjatuh jika diselipkan di selangkangan. Kompartemen ini juga tersedia di kelas Economy, tapi volumenya lebih kecil. Premium Economy mungkin lebih tepat didefinisikan sebagai versi upgrade kelas Economy ketimbang versi downgrade kelas Business.
Saya terbang di rute berdurasi 2,2 jam, sebenarnya terlalu singkat untuk menikmati kemewahan Premium Economy, sebut saja welcome drink sampanye, botol minum personal, serta amenity kit yang didesain oleh Goods of Desire. Koleksi film box office juga tidak tersedia, melainkan hanya film dokumenter dan serial televisi. Tapi setidaknya sistem hiburan Cathay telah memberikan solusi alternatif: soket USB atau cable data untuk memutar film koleksi pribadi. Jika energi baterai menipis, cukup manfaatkan soket listrik di bawah kursi. Berita baiknya, meski menawarkan sejumlah fitur tambahan, Premium Economy tidak mereduksi ruang personal, bahkan justru memperluasnya. Dibandingkan kelas Economy, jarak antarkursinya lebih panjang, bantalan kursinya lebih lebar, dan ruang kakinya lebih lapang.
Kuota beban bagasinya juga dinaikkan dari 20 menjadi 25 kilogram. Di tengah kian padatnya jumlah penumpang pesawat, ruang personal adalah isu yang sangat vital, apalagi di penerbangan jarak jauh.
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi November/Desember 2014 (“Jalan Tengah”)