by Yohanes Sandy 23 December, 2014
Pesona Pulau Indah di Utara Jerman
Oleh Joe Yogerst
Dihadang angin Laut Utara yang menampar-nampar tubuh, saya mulai mempertanyakan perbuatan saya: mencopot pakaian, lalu dengan tubuh bugil menceburkan diri ke ombak dingin Buhne 16. Langit cerah menaungi bumi, tapi suhu udara sepertinya berada di bawah 10 derajat dan angin berembus deras.
Buhne 16, nude beach tertua di Jerman, tersohor berkat lanskapnya yang melingkari pulau mungil Sylt. Semua pantai di Sylt (dilafalkan “zoolt”) sebenarnya bisa dikunjungi dengan atau tanpa bertelanjang tubuh, dan pantai yang saya kunjungi hari ini adalah yang paling terkenal. “Jika kamu ingin bertelanjang di pantai, silakan,” ujar seorang warga lokal, Sylke Marie Nielse. “Kami menganut mentalitas Skandinavia di sini: bebaskan diri.”
Di musim panas, Buhne 16 akan dibanjiri pantat tanpa celana. Tapi saya datang di musim semi, saat temperatur terlalu menusuk bagi siapa pun untuk mencemplungkan diri. Namun tidak berarti pantai ini steril dari pengunjung. Ada banyak orang berjalan kaki di lahan pasir yang landai dan lebar, serta menyeruput wine riesling di La Grande Plage, kafe trendi yang ramai sepanjang tahun. Sekilas, Sylt bagaikan Hamptons versi Jerman.
Selama hampir seabad, kombinasi alam dan karakter rural Sylt telah memikat selebriti Jerman, termasuk pujangga Thomas Mann, aktris Marlene Dietrich, legenda tenis Boris Becker, bintang sepak bola Günter Netzer, serta supermodel Claudia Schiffer. Kaum termasyhur bebas berbagi pulau ini dengan para punakawan. Haram hukumnya memuja mereka secara berlebihan. Ada aturan tidak tertulis yang mewajibkan setiap orang untuk tidak mengusik siapa pun, termasuk golongan tersohor. Sebait ungkapan lokal menjelaskan dengan sempurna norma tersebut: “semua orang terlihat sama tanpa busana.”
Sylt adalah bagian dari Frisian, kepulauan yang memeluk Laut Utara dan membentang dari utara Belanda hingga selatan Denmark. Pulau berbentuk huruf T ini berjarak sekitar tiga jam dengan kereta dari Hamburg, melalui jalan sempit yang terkoneksi ke daratan utama Jerman. Sylt adalah destinasi wisata yang tersembunyi, hingga akhirnya pada 1970-an tempat ini berubah menjadi semacam Ibiza versi Jerman. “Sylt terkenal sebagai wadah pesta pantai yang dihujani sampanye dan narkotik,” kenang Vera Müller, staf pemasaran biro pariwisata setempat. Dan setelah kebijakan pakaian diperlonggar, tampil bugil menjadi tradisinya.
Sejak itu, datanglah kaum hippy, disusul oleh shiki-miki (bahasa prokem untuk kaum ningrat yang penuh kepalsuan). “Orang-orang botoks,” begitu warga pulau menjulukinya. “Mereka mengendarai Porsche, dan semua ibu-ibu terlihat serupa: pirang, langsing, sangat modis.” Saya tak yakin kaum mana yang lebih disukai warga setempat, tapi setidaknya banjir pendatang telah menggerakkan perekonomian pulau. Tarif rumah sewaan di Sylt bisa menembus $1.300 per hari di sepanjang musim panas. Untuk membeli properti, kita mesti menggelontorkan sekitar $40.000 per meter persegi untuk lahan yang bahkan berjarak jauh dari pantai. “Properti di sini mungkin yang termahal di seantero Eropa,” ujar Nils Jesumann, wartawan koran lokal. “Meski begitu, permintaannya selalu tinggi. Itu sebabnya tanah di Sylt harganya selangit.” >>