by Karina Anandya 28 February, 2018
6 Lokasi Wisata dengan Kuota
Membludaknya kepungan turis yang datang ke sebuah lokasi wisata seringkali menjadi ancaman serius bagi warga lokal, sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk memproteksi wilayah tersebut. Sebagian akhirnya berinisiatif untuk membatasi jumlah turis dengan berbagai cara.
Bhutan
Bhutan, Kerajaan Buddha terakhir di dunia, sudah lama dikenal cukup tertutup dan “kurang ramah” turis. Meski alamnya luar biasa memukau, Tourism Council of Bhutan mencatat ‘hanya’ sekitar 176.654 turis mengunjungi negara ini pada 2016. Pemerintah sengaja membuat aturan rumit demi melindungi alam, budaya, dan kearifan lokal. Mulai dari memberi pajak yang tinggi hingga meminimalisir akses darat dan udara ke negara mereka—hanya Druk Air dan Bhutan Airlines yang diizinkan beroperasi di Bhutan. Selain harus menghubungi biro travel lokal dan membayar $200-250 per hari, turis juga harus mengantongi izin pemerintah untuk mengeksplorasi setiap distrik.
Venesia
Sudah jadi rahasia umum bahwa Venesia makin menyerupai taman bermain raksasa daripada kota untuk ditinggali. Tiap tahunnya, hampir 22 juta wisatawan mancanegara berkunjung—dan menekan populasi 55.000 warga lokal. Hal ini mulai memengaruhi kenaikan harga properti, biaya hidup, hingga beragam laporan atas kelakuan buruk turis. Oleh karena itu, pemkot akhirnya menetapkan beberapa aturan baru untuk menekan laju turis demi melindungi warga lokal. Mulai dari larangan membuka hotel baru, melarang kapal pesiar berbobot lebih dari 96,000 ton untuk merapat ke dermaga, hingga pembatasan pembangunan restoran cepat saji. Selain itu konsentrasi pelancong juga akan dipecah ke beberapa titik wisata dengan memperluas skema jalur transportasi.
Barcelona
Dua tahun lalu, sekitar 32 juta turis mengunjungi Barcelona. Statistik yang impresif untuk sebuah kota yang berpopulasi hanya 1,6 jiwa. Hal ini menuai protes warga karena biaya hidup makin tak tergapai. Demi menekan kepadatan wisatawan, sejak April tahun lalu, pemerintah meningkatkan pajak untuk turis, terutama bagi mereka yang tidak menginap seperti penumpang kapal pesiar, atau backpacker yang singgah sejenak. Tidak hanya itu, pada 2016 pemerintah juga memberikan lampu merah bagi penginapan yang dianggap ilegal seperti AirBnb dan Homeaway. Selanjutnya, mulai 2019, jumlah tempat tidur yang disediakan properti penginapan juga bakal dibatasi.
Dubrovnik
Sebuah kabar mengecewakan untuk fans Game of Thrones yang ingin berkunjung ke Dubrovnik. Sejak Januari 2017, pemkot setempat membatasi hanya sekitar 8.000 orang yang dapat mengunjungi pusat kota historisnya. Hal ini disebabkan karena pada Agustus 2016 silam, jumlah turis terus meningkat hingga 10.388 dan menyebabkan kebisingan yang cukup parah sehingga warga lokal mulai memilih untuk meninggalkan kota. Mato Frankovic, walikota Dubrovnik berencana untuk menurunkan kuota tersebut secara perlahan hingga menyentuh angka 4.000. Ia ingin kehidupan warga lokalnya membaik, dan tidak ingin kotanya menjadi mimpi buruk seperti Venesia.
Machu Picchu
Meskipun terletak sekitar 2.350 meter di atas permukaan laut, tak menyurutkan minat pelancong untuk berkunjung ke Machu Picchu. Demi menjaga kelestariannya, sejak 2011, UNESCO telah memberi batasan hanya sekitar 2.500 orang yang dapat berkunjung per harinya, namun aturan itu tak diindahkan. Alhasil, kerusakan situs semakin parah, dan keselamatan turis menjadi terancam karena akses menuju Machu Picchu sangat terbatas. Akhirnya sejak Juli 2017, Kementerian Budaya Peru menetapkan para pelancong harus melakukan pemesanan lewat situs resmi, atau operator tur berbasis di Peru. Selain itu, pengunjung hanya diberi dua periode berkunjung dalam sehari, pukul 06.00-12.00 dan 12.00-17.30. Jumlah maksimum tiap grup juga dibatasi hanya 16 orang.
Taj Mahal
Menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia ternyata datang dengan banyak pujian dan ancaman pada monumen cinta ini. Archaeological Survey of India (ASI) mencatat bahwa jumlah pengunjung situs abad ke-17 ini bisa mencapai 70.000 orang di akhir pekan dan hari libur. Dampaknya? Marmer putih istana mulai terkikis, jumlah polusi meningkat, bahkan membahayakan keselamatan turis. Oleh karena itu, mulai 2018, Kementerian Budaya India memutuskan bahwa dalam sehari hanya 40.000 pelancong domestik dengan durasi tiga jam yang diizinkan mengunjungi Taj Mahal. Namun sampai saat ini, belum ada batasan untuk turis asing.