by Zulkifli 27 April, 2018
5 Magnet Wisata Kei Kecil
Teks & foto oleh Zulkifli
Pantai Ngurbloat
Pantai ini membentang sepanjang tiga kilometer. Begitu panjang hingga dijuluki “Pantai Pasir Panjang.” Pasirnya berwarna putih dan bertekstur halus. Keindahannya menghanyutkan. Tak heran jika tahun lalu Festival Meti Kei dipusatkan di sini.
Bungalo-bungalo milik warga teronggok tak jauh dari bibir pantai. Tarifnya terjangkau, mulai dari Rp150.000 per malam. Di bungalo-bungalo ini kita juga bisa menyewa sepeda motor untuk mengarungi Ngurbloat. Wisata selam juga mulai berkembang di sini. Perlengkapan selam dan pemandu tersedia untuk mengantar tamu untuk menyelami alam bawah laut dan menyaksikan karang yang terawat.
Ngurbloat terletak di Desa Ngilngof. Penting diingat, pantai ini lebih menarik didatangi di musim angin timur, dari April hingga Oktober. “Kalau musim angin timur, pantai ini bersih,” kata Elias Maturbong asal Desa Ngilngof. Di musim angin barat, pantai ini kerap ternoda oleh sampah yang terdampar usai terbawa arus.
Gua Hawang
Warga Desa Letvuan meyakininya sebagai situs keramat. Dulu, Gua Hawang kerap dijadikan tempat bertapa dan memuja. Konon, air di rahimnya berkhasiat untuk membuat tubuh awet muda. Dan layaknya situs keramat, gua ini menyimpan legenda. Syahdan, seorang pemburu bersama dua ekor anjingnya memasukinya saat berburu babi hutan. Ketika menenggak air dari kolam di gua, dia murka dengan rasanya yang kelat. Karma pun datang: si pemburu dan kedua anjingnya dikutuk menjadi batu.
Kisah horor itu sudah jauh berlalu. Dalam beberapa tahun terakhir, Hawang justru merekah jadi objek wisata. Kita bahkan bisa leluasa berenang di kolamnya yang dulu terkutuk itu. Untuk menjangkau gua ini, kita bisa menyewa kendaraan pribadi atau menaiki angkutan kota dari Pasar Langgur menuju Desa Letvuan.
Laguna Bair
“Bair” artinya “tak terlihat.” Kata yang pas untuk menggambarkan tempat ini. Laguna yang berlokasi di tengah Pulau Bair ini dibentengi oleh tebing tinggi. Entah siapa yang memulai, pada medio 2015, danau air asin ini marak diperbincangkan, terutama oleh mereka yang menyukai snorkeling.
Datang bersama rombongan adalah pilihan bijak. Biaya transportasi ke Bair cukup menguras saku. Perjalanan ke sini dimulai dari Pelabuhan Dullah di Tual atau Pelabuhan Watdek di Langgur. Durasi tempuhnya sekitar 90 menit, bisa lebih lama jika Anda ingin transit di Adranan, pulau sepi yang berpasir putih.
Desa Kiom
Bersemayam di bibir Selat Rosenberg, Kiom adalah desa penyambut bagi orang-orang yang melawat Tual. Sempat berstatus kantong kumuh, permukiman yang berjarak 1,3 kilometer dari Pelabuhan Dullah ini pada 2017 bersalin rupa menjadi kawasan yang menggelitik mata.
Dilihat dari Jembatan Usdek, sosok Kiom tampak mencolok. Rumah-rumahnya berdinding putih, sementara atapnya bercat merah. Kampung Merah Putih, demikian Kiom sekarang dikenal. Nuansa nasionalisnya kian kental ketika kita memasuki desa. Banyak dinding dilapisi mural yang menampilkan tokoh-tokoh lokal dan pahlawan bangsa.
Patung Yesus
Pascakonflik yang membakar Maluku pada 1999, Paus Yohanes Paulus II mengirim sebuah patung ke Kei Kecil sebagai apresiasi atas upaya warga setempat memadamkan bara pertikaian dengan cepat. Patung berwujud Yesus Memberkati itu mendarat di Kei pada 2000, lalu diarak warga hingga ke titik tertinggi Bukit Masbait.
Tiap perayaan Paskah, Bukit Masbait dipenuhi manusia. Mereka datang dari Kei Kecil, Kei Besar, hingga negeri seberang. Tahun lalu, kata Budhi Toffi, seorang PNS asal Langgur, lebih 3.000 wisatawan datang sejak sebelum hingga setelah Paskah, sebagian turut berpartisipasi dalam prosesi Jalan Salib.
Patung pemberian Vatikan itu dilengkapi sumbu putar di bagian bawah kaki Yesus. Fungsinya untuk mengubah arah patung mengikuti arah angin. “Biar seluruh orang Kei mendapat berkat,” jelas Budhi. Iktikad yang menarik, sebab kaki Bukit Masbait dihuni oleh penganut Katolik, Protestan, juga Islam. Mereka hidup rukun. Bagi warga setempat, Bukit Masbait adalah simbol kedamaian lintas keyakinan.