by Nina Hidayat 23 August, 2018
48 Jam di Bandung
Oleh Nina Hidayat
Foto oleh Prabowo Prajogio
SABTU
08:00 Kupat Tahu Gempol
Kupat tahu, menu sarapan khas Bandung, mudah ditemukan di banyak tempat. Yang membuat Kupat Tahu Gempol (Jl. Gempol Kulon 53) sangat laris adalah kualitas tahunya yang prima dan kerupuk merahnya yang berbahan beras, bukan kerupuk jingga tapioka yang lazim ditemukan di ratusan pedagang lain. Sepiring kupat tahu dibanderol Rp17.000, sedikit di atas harga pasaran, tapi tak menyurutkan minat orang untuk mengantrenya sejak pukul enam pagi. Jika masih ada ruang di perut, mampirlah ke tetangganya yang tak kalah legendaris—Roti Gempol (Jl. Gempol Wetan 14).
09:30 Blue Doors
Kedai kopi terus menjamur di Bandung. Dibandingkan Jakarta, poin plus kedai di sini adalah tersedianya area outdoor yang dikepung udara sejuk. Salah satu yang menawarkannya ialah Blue Doors (Jl. Gandapura 61), kedai sekaligus roastery yang dicirikan oleh pintu birunya. Selain biji-biji single origin, tempat ini mengoleksi aneka teh, termasuk Silver Needle yang digemari banyak tamu. Interiornya bergaya industrial, khas kafe asal Melbourne. Tan Tik Lam, arsitek senior Bandung, merupakan salah seorang konsultan Blue Doors.
11:00 Garasi Opa
Sesuai namanya, Garasi Opa (Jl. Hegarmanah 52; garasiopa.com) menjajakan pernak-pernik yang sepertinya dicomot dari garasi atau lemari opa. Memasuki toko barang antik ini serasa memutar waktu ke zaman telepon putar hingga cangklong ala Sherlock Holmes. Jika bingung melacak barang, staf yang ramah senantiasa siaga untuk membantu sekaligus membuat kita merasa benar-benar berada di rumah keluarga.
13:00 Nasi Bancakan
Bancakan artinya masakan yang dihidangkan dalam hajatan dan disantap bersama. Semangat komunal itulah yang ditawarkan oleh Nasi Bancakan (Jl. Trunojoyo 62). Di sini, tamu mendapatkan piring masing-masing, lalu berbagi aneka lauk, sayur, dan sambal khas Sunda yang berbaris di meja saji. Magnet lain restoran ini adalah kuliner lokalnya yang beragam, autentik, dan beberapa cukup sukar ditemukan, contohnya sambal oncom, sayur genjer, dan pencok leunca. Untuk mencuci mulut, cicipi es goyang, yakni es serut yang dipadatkan menjadi es loli dengan cara digoyang dalam kotak besi.
18:00 Gudang Selatan
Awalnya gudang milik tentara, Gudang Selatan (Jl. Gudang Selatan 22) pada 2015 beralih fungsi menjadi sarang anak muda. Spasial (spasi-al.org), salah satu penghuninya, mewadahi antara lain pentas musik, pemutaran film, hingga studio “dadakan” seniman Arin Sunaryo. Beberapa musisi yang pernah tampil di sini adalah Siksakubur, Jamie Aditya, dan Teenage Death Star. Selemparan batu dari Spasial ada Kozi Lab (kozilab.com), kedai mungil dan temaram dengan interior yang ditaburi buku. Sukses di Gudang Selatan, Kozi Lab membuka cabang di Bukit Dago dan Cilandak, Jakarta.
MINGGU
06:00 Bukit Doa Karmel
Tak cuma tersohor sebagai destinasi piknik dan wisata kuliner, dataran tinggi Lembang menawarkan wisata ziarah. Pagi hari, saat jalan masih sunyi dan pepohonan dibalut embun, Bukit Doa Karmel menyuguhkan kesempatan ideal untuk menyepi dan berkontemplasi. Terbuka untuk umum, situs umat Katolik ini memajang patung-patung yang mengisahkan kehidupan Yesus, serta zona doa yang menatap panorama Kota Bandung. Kawasan rimbun ini dijaga resik dan hening, kontras dari hiruk-pikuk Lembang di akhir pekan.
10:00 Bumi Sangkuriang
Sosoknya kalah mentereng dari Gedung Sate, tapi riwayatnya tak kalah menarik. Awalnya bernama Societeit Concordia, Bumi Sangkuriang (Jl. Kiputih 12; bumisangkuriang.com) pernah menjadi sarang sosialita pada abad ke-19. Gedung serbaguna bergaya kolonial ini masih berfungsi, sebagai hotel dan lokasi resepsi. Sekitar 350 meter dari sini terdapat bangunan putih minimalis dengan rasa Skandinavia. Dinamai sesuai alamatnya, Kiputih Satu (Jl. Kiputih 1A) adalah kafe milik Kandura, kelompok pembuat keramik terkenal asal Bandung. Menu khasnya roti selai, yang tentu saja disajikan di atas piring keramik buatan sendiri.
13:00 Tobucil
Lewat ArtJog 2018, banyak orang berkenalan dengan karya rajutan dari Mulyana. Tapi tak banyak yang tahu sang seniman sebenarnya dulu menempa keahliannya di Tobucil (Jl. Panaitan 18), akronim dari Toko Buku Kecil. Ketika masih berkuliah, Mulyana magang di toko buku independen yang rutin menggelar kelas kerajinan ini. Sembari berlatih sebagai pramuniaga, dia belajar merajut dari Tarlen Handayani sang pemilik toko. Tobucil hingga kini masih aktif mengadakan kelas kreatif, salah satunya seni jilid buku.
15:00 Sumber Hidangan
Di tengah ketatnya persaingan butik dan kafe di Jalan Braga, Sumber Hidangan (Jl. Braga 20-22) terus bertahan sejak 1912. Kedai ini menjajakan kue-kue dari zaman ketika Jalan Braga berstatus sentra mode pada zaman Belanda, contohnya speculaas (biskuit jahe) dan bokkenpootjes (kue berisi krim dan berlapis cokelat) yang ditakar di timbangan besi. Di seberang Sumber Hidangan, Toko Kopi Djawa (Jl. Braga 79) meracik minuman inovatif yang kini sedang trendi: es kopi susu yang dinaungi lapisan keju. Menempati bekas toko buku, kedai ini merawat memori pendahulunya dengan menyebar buku-buku hasil sumbangan Taman Bacaan Kejora.
19:00 Jalan Cibadak
Riuh oleh aktivitas toko kelontong dan suvenir borongan di siang hari, Jalan Cibadak bertransformasi jadi sentra jajan yang diterangi lampion dan dipenuhi masakan oriental pada malam harinya. Nasi Campur 88, salah satu gerai terpopuler di sini, menyajikan nasi Hainan yang ditindih aneka olahan daging babi. Di jam sibuk, nomor antreannya bisa mencapai puluhan. Sembari menanti, kunjungi Siomay Sin Sien Hin atau Sekoteng Jahe Cibadak.