post

Majalah travel premium berbahasa Indonesia pertama

DestinAsian Indonesia

<figure id="attachment_64479" aria-describedby="caption-attachment-64479" style="width: 800px" class="wp-caption aligncenter"><img loading="lazy" decoding="async" class="size-full wp-image-64479" src="wp-content/uploads/1-Dilemma-oleh-Elmgreen-Dragset-di-Ekebergparken-Sculpture-Park-by-VISITOSLO-Didrick-Stenersen-©Elmgreen-Dragset-BONO-2017.jpg" alt="" width="800" height="533" srcset="https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/1-Dilemma-oleh-Elmgreen-Dragset-di-Ekebergparken-Sculpture-Park-by-VISITOSLO-Didrick-Stenersen-©Elmgreen-Dragset-BONO-2017.jpg 800w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/1-Dilemma-oleh-Elmgreen-Dragset-di-Ekebergparken-Sculpture-Park-by-VISITOSLO-Didrick-Stenersen-©Elmgreen-Dragset-BONO-2017-300x200.jpg 300w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/1-Dilemma-oleh-Elmgreen-Dragset-di-Ekebergparken-Sculpture-Park-by-VISITOSLO-Didrick-Stenersen-©Elmgreen-Dragset-BONO-2017-768x512.jpg 768w" sizes="auto, (max-width: 800px) 100vw, 800px" /><figcaption id="caption-attachment-64479" class="wp-caption-text">Patung Dilemma karya Elmgreen &amp; Dragset di Ekebergparken Park di Oslo, kota dengan komposisi ruang hijau terluas. (Foto: Visit Oslo/Didrick Stenersen)</figcaption></figure>
[dropcap]P[/dropcap]ada 2020, sekitar 56% penduduk bumi menetap di kota. Ketimpangannya diprediksi PBB akan melonjak jadi 68% pada 2030. Pertumbuhan inilah yang membuat perebutan lahan di kota kian sengit, hingga mengancam ruang-ruang hijau.
Beruntung, sejumlah kota berhasil memastikan arus urbanisasi tak mengorbankan taman dan kebun. Upaya ini amat penting karena ruang hijau berperan vital sebagai wadah relaksasi, area resapan air, juga pemasok oksigen.
Di dunia, total ada 14 kota yang sukses melakukan tugas itu. Berdasarkan data <a href="http://www.worldcitiescultureforum.com/data/of-public-green-space-parks-and-gardens" target="_blank" rel="noopener">World Cities Culture Forum</a> (WCCF), komposisi ruang hijau mereka di atas standar minimum 30% dari total luas lahan. Dari 14 kota ini, Eropa punya wakil terbanyak, dibayangi oleh Asia.
<img loading="lazy" decoding="async" class="size-full wp-image-64481 aligncenter" src="wp-content/uploads/2-Kota-taman-terluas.jpg" alt="" width="1040" height="720" srcset="https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/2-Kota-taman-terluas.jpg 1040w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/2-Kota-taman-terluas-300x208.jpg 300w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/2-Kota-taman-terluas-1024x709.jpg 1024w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/2-Kota-taman-terluas-768x532.jpg 768w" sizes="auto, (max-width: 1040px) 100vw, 1040px" />Di puncak klasemen WCCF, ada Oslo. Komposisi ruang hijaunya sebesar 68%. Dikutip dari buku Green Oslo, prestasi ini tak lepas dari kebijakan tata ruang pemkot untuk memastikan ada ruang hijau di dekat rumah warga. Kini, hampir 95% penduduk Oslo bisa menemukan taman atau kebun dalam radius 300 meter. 
Pesaing terdekat Oslo ialah Singapura. Mengandalkan sistem zonasi yang disiplin, megapolitan kaya ini berhasil menjaga komposisi ruang hijaunya sebesar 47%. Merujuk National Parks Board Singapura, negara-kota ini mengoleksi 426 taman. Artinya, secara rasio, ada satu taman untuk setiap 14.000 ribu orang.
Satu catatan menarik, tiga kota di Tiongkok berhasil masuk daftar WCCF, yakni Chengdu (42%), Shenzhen (40%), serta Nanjing (40%). Walau didera polusi akut dari pabrik dan kendaraan, negeri ini mulai menyadari pentingnya ruang hijau. Salah satu terobosannya ialah megaproyek penghijauan National Garden City yang dirintis pemerintah pada 1992.
<figure id="attachment_64482" aria-describedby="caption-attachment-64482" style="width: 800px" class="wp-caption aligncenter"><img loading="lazy" decoding="async" class="size-full wp-image-64482" src="wp-content/uploads/3-Gardens-by-the-Bay-Singapura-by-Daniel-Welsh-on-Unsplash.jpg" alt="" width="800" height="533" srcset="https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/3-Gardens-by-the-Bay-Singapura-by-Daniel-Welsh-on-Unsplash.jpg 800w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/3-Gardens-by-the-Bay-Singapura-by-Daniel-Welsh-on-Unsplash-300x200.jpg 300w, https://backend.destinasian.co.id/id/wp/wp-content/uploads/3-Gardens-by-the-Bay-Singapura-by-Daniel-Welsh-on-Unsplash-768x512.jpg 768w" sizes="auto, (max-width: 800px) 100vw, 800px" /><figcaption id="caption-attachment-64482" class="wp-caption-text">Gardens by the Bay di Singapura, negara-kota yang mengoleksi 426 taman. (Foto: Daniel Welsh)</figcaption></figure>
Bagaimana dengan Jakarta? Dari 40 kota besar yang didata WCCF, Jakarta tidak termasuk. Namun begitu, mengutip data Pemkot, komposisi ruang hijau di Jakarta mendekati 15%. Angkanya jauh di bawah Oslo atau Singapura, tapi masih lebih baik dibandingkan Amsterdam, Barcelona, dan Montreal.
Sesuai Undang-Undang 26 Tahun 2007, tiap kota di Indonesia diamanatkan memiliki ruang hijau minimum 30% dari total luas lahan. Jakarta masih jauh dari ambang bawah itu, tapi progresnya cukup positif. Merujuk <a href="https://jakarta.bps.go.id/statictable/2015/04/20/69/jumlah-taman-kota-menurut-wilayah-di-provinsi-dki-jakarta.html" target="_blank" rel="noopener">BPS</a>, Jakarta mengoleksi 2.166 taman kota pada 2013, meningkat drastis dari 837 pada 2009.—<a href="https://destinasian.co.id/?s=Cristian+Rahadiansyah" target="_blank" rel="noopener">Cristian Rahadiansyah</a>

14 Kota dengan Ruang Hijau Terluas