Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dokumentasi Maluku Utara

Oleh Cristian Rahadiansyah

Sangat menantang,” kenang Stephane Sensey tentang proyek fotonya di Maluku Utara. “Medannya liar, jadi kami harus selalu berhati-hati saat melangkah.”

Stephane, pria asal Biarritz, Prancis, melawat Maluku Utara pada September silam. Dia dikomisi untuk mendokumentasikan gugusan pulau atol di sana. Rombongannya beranggotakan delapan orang. Di antara mereka ada seorang pakar botani, seorang biologis asal Prancis, juga model Advina Ratnaningsih.

Kiri-kanan: Eva Dress dari Biasa; pakaian renang dari Cover Me Not.

Selama delapan hari, grup lintas disiplin itu melompat dari satu pulau ke pulau lain, termasuk ke Ternate dan Pulau Bacan. Kawasan yang mereka jelajahi berisi 160 pulau, sekitar 20 persen dari total pulau yang membentuk Maluku Utara. “Saya tidak bisa menyebutkan persis semua lokasi yang didatangi, sesuai aturan dalam kontrak kerja saya,” tambah Stephane, yang telah lama menetap di Bali.

Maluku Utara, provinsi muda yang dibentuk pada 1999, terdiri dari 805 pulau, di mana hanya 82 di antaranya yang berpenghuni. Dari semua pulau yang berpenghuni itu, hanya sebagian yang memiliki sistem transportasi mumpuni. Lanskap menantang itulah yang menjadikan tur foto Stephane layaknya sebuah petualangan. “Di sana tidak ada apa-apa,” ujarnya tentang wilayah yang diarunginya, “kami harus mendirikan penginapan sendiri.”

Cora Dress & Wonton Pants dari Biasa.

Tapi di sisi lain kondisi itu juga memberinya keleluasaan dalam mengeksplorasi sudut visual. Di pulau-pulau yang berserakan di Laut Maluku, ada lebih banyak ikan ketimbang manusia; ada lebih banyak pohon ketimbang bangunan. Dengan itu pula, Advina, sang model, memberi sentuhan feminin pada latar yang murni dan mentah.

Baca juga: Rahasia Bahagia Maluku Utara; Bertualang di Kawasan Puncak

Kiri-kanan: Tania Kaftan dari Biasa; Busana dari Cover Me Not.

Mengenang ekspedisinya, Stephane mengaku mendapatkan pengalaman yang membuka mata. Maluku Utara berada di wilayah Segitiga Karang Dunia. Luas daratannya hanya 24 persen dari total luasnya. Dan seperti banyak kawasan lain di Indonesia, laut di sini menghadapi ancaman dari praktik penangkapan ikan berlebih dan perikanan ilegal. “Pengalaman ini kembali menyadarkan saya betapa rapuhnya alam di hadapan manusia,” ujarnya.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi April/Juni 2019 (“Maluku Manikam”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5