panduan wisata Milan Archives - DestinAsian Indonesia https://destinasian.co.id/tags/panduan-wisata-milan/ Majalah travel premium berbahasa Indonesia pertama Sun, 03 Jan 2021 08:43:06 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 Proyek Katedral Terlama di Dunia https://destinasian.co.id/proyek-tak-berujung-duomo-di-milano/ https://destinasian.co.id/proyek-tak-berujung-duomo-di-milano/#respond Tue, 30 May 2017 07:38:42 +0000 http://destinasian.co.id/?p=24982 Sudah lebih dari 600 tahun, Duomo di Milano tak kunjung rampung dibangun. Mengapa?

The post Proyek Katedral Terlama di Dunia appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Uskup Agung Angelo Scola saat misa.

Oleh Luigi Alfieri
Foto oleh Alessandro Gandolfi

Di jantung Milan terdapat sebuah gereja yang dirangkai dari kerang dan pasir.Sekitar 320.000 ton kalsium karbonat, komponen utama marmer, menyusun tubuh Duomo di Milano, rumah ibadah yang paling fotogenik di Italia. Sosoknya gigantik: menaungi 135 batang menara, 3.400 buah patung, 200 lembar relief, fasad setinggi 56 meter, lima aula, 52 pilar interior setinggi 24 meter. Marmer di sekujur tubuhnya memancarkan kilau yang unik, terutama selepas hujan, dan semua bahan ini dipasok dari Candoglia.

Tambang Candoglia adalah tempat yang vital untuk memahami riwayat Duomo. Syahdan, sekitar 800 juta tahun silam di wilayah yang kini bernama Val d’Ossola, laut mengering, meninggalkan berton-ton kerang, pasir, dan lempung yang kemudian tertimbun di bawah tanah selama berabad-abad. Limbah lautan itu ditekan permukaan bumi, dipanggang suhu 900 derajat celsius, lalu meleleh dan menghasilkan bahan bangunan dengan kecantikan yang melegenda: marmer Candoglia. Akan tetapi, marmer ini sebenarnya menyimpan bom waktu, dan inilah yang membuat Duomo menarik dibahas. Di luar kemegahannya, katedral agung ini menyandarkan hidupnya pada kemampuan para “penjinak bom” berpacu melawan waktu.

Alun-Alun Duomo, Milan dilihat dari udara.

Marmer Candoglia mengidap satu kelemahan janggal: setelah satu abad terpapar hujan dan angin, kandungan kalsium karbonatnya melempem, kehilangan kerapatan, kemudian marmer pun retak. Artinya, setiap bagian Duomo memiliki masa kedaluwarsa 100 tahun. Bagian-bagian itu mencakup patung, relief, menara, juga pilar. Semuanya digerinda waktu, dan semuanya, cepat atau lambat, mesti diganti, walau penggantiannya tidak dilakoni serentak berhubung gereja ini sejatinya dibangun bertahap. Duomo, seperti judul lakon karya pujangga Eduardo De Filippo, adalah “tugas yang tak pernah tuntas.”

Kenapa Duomo memakai marmer Candoglia? Untuk menjawabnya, kita mesti menengok sejenak riwayat pendiriannya. Alkisah, pada abad ke-14, Milan memiliki dua katedral. Keduanya bertetangga dengan bentuk yang nyaris kembar siam: Santa Tecla dan Santa Maria Maggiore. Pada suatu hari, salah satu menara katedral itu roboh. Didesak publik untuk memugarnya, Uskup Milan Antonio da Saluzzo memilih meruntuhkan kedua katedral dan mengerek rumah ibadah baru yang didedikasikan bagi Santa Maria Nascente.

Para pemuka gereja meninggalkan altar usai berdoa.

Kala itu, sang uskup mendambakan sesuatu yang lazim: sebuah katedral berbahan bata dengan desain gotik khas bangsa Lombard. Tapi iktikad tersebut tak sejalan dengan ambisi Gian Galeazzo Visconti, Conte di Virtu, Duke of Milan pertama yang memerintah sebagian wilayah Italia Utara. Sang penguasa berniat menjadikan pembangunan katedral momentum untuk melambungkan nama besar keluarganya.

Singkat kata, Gian Galeazzo mengambil alih proyek. Langkah pertama yang ditempuhnya: mengubah konsep desain katedral. Berniat meroketkan pamor Milan sebagai kekuatan politik yang sejajar dengan imperium-imperium Eropa di sisi utara, Gian Galeazzo mengadopsi gaya arsitektural yang asing di Italia, tapi lumrah di Prancis, Belanda, dan Inggris: gotik flamboyan. Tak cuma desainnya, bahkan bahan konstruksinya pun harus berbeda dari katedral lain di Italia: marmer, materi yang lebih mahal dari bata.

Proses pengecekan marmer di Duomo kerjakan setiap hari secara terus menerus.

Proyek religius-politik itu mulai bergulir pada 1386. Pertama-tama, Gian Galeazzo mendirikan Veneranda Fabbrica del Duomo, sejenis kontraktor yang bertugas mengelola semua sumber daya untuk mendirikan katedral. Setelah itu, Gian Galeazzo memberikan Veneranda hak eksklusif penggunaan marmer hasil Tambang Candoglia. Marmer yang begitu menawan tapi ternyata ringkih. Saat memutuskan memakai marmer Candoglia, Gian Galeazzo tentu saja tidak mengetahui kerapuhan intrinsik pada tubuh marmer. Dan disebabkan keputusannya itu, pihak kontraktor belum bisa pensiun walau katedral sudah kelar dibangun. Hingga hari ini, Veneranda masih bertugas merawat Duomo.

Tambang Candoglia terletak di sebuah bukit di Val d’Ossola, sebuah tempat magis di mana kita bisa menikmati panorama elok Danau Mergozzo. Kendati demikian, di sini pula kita bisa melihat “sisi gelap” Duomo: lubang sedalam 150 meter, setinggi 55 meter, selebar 30 meter. Dari kegelapan inilah, sekali per tahun, marmer-marmer berkilap dipanen, digergaji, dan dipotong kotak.

Bongkahan marmer yang tengah diangkut truk dari Ossola valley ke Milan.

Per tahunnya, Veneranda membutuhkan 100 meter kubik marmer guna memulihkan bagian-bagian tubuh Duomo. Sejak masa kekuasaan Gian Galeazzo hingga abad mesin melahirkan truk, balok-balok marmer dikirim menggunakan perahu yang disebut piatte. Dari Lembah Candoglia, bongkahan-bongkahan batu dikapalkan melalui Sungai Toce, Danau Mergozzo, Sungai Ticino, kemudian menyusuri kanal Naviglio Grande hingga akhirnya mendarat di Dermaga Sant’Eustorgio di Milan. Dari sini, memanfaatkan sistem pintu air cerdik garapan Veneranda, marmer bisa dengan mudah dibawa ke seutas jalan yang sekarang bernama Laghetto, hanya beberapa ratus meter dari Duomo.

Ada satu kisah menarik tentang proses ekspedisi marmer itu. Berdasarkan titah Gian Galeazzo, perahu piatte yang mengangkut marmer dan materi konstruksi mendapatkan fasilitas bebas bea. Mereka bisa bergerak leluasa ke mana saja tanpa membayar retribusi. Guna membedakannya dari perahu lain, piatte menyematkan pelang bertuliskan Ad Usum Fabricae Operis (“untuk digunakan pabrik Duomo”). Kalimat ini, yang kemudian disingkat Ad UFO, melahirkan ekspresi populer yang hingga kini masih terdengar di utara Italia. Banyak orang memakainya untuk menandai segala hal yang gratis atau diperoleh dengan cara culas, sebab dulu banyak orang menyalahgunakan piatte untuk memasuki Milan tanpa membayar ongkos perahu. Satu hal yang berbeda dari proses pengiriman marmer hari ini, balok-balok besar tidak langsung memasuki Duomo, melainkan terlebih dulu diangkut truk menuju Certosa, laboratorium modern yang diasuh oleh Veneranda.

Para anggota koor Corale Giuseppe Verdi of Parma tengah bersiap untuk pertunjukan di teras gereja.

Perawatan Duomo amat menguras kesabaran. Hampir setiap hari, teknisi memukul-mukulkan palu ke seluruh sudut katedral. Mereka menguji kekuatan marmer, dekorasi, lengkungan, patung. Beberapa tukang menggerayangi menara dengan tubuh terikat tali. Tugas ini biasanya diberikan kepada mereka yang memiliki pengalaman mendaki gunung.

Untuk mendeteksi kerapuhan marmer, caranya relatif simpel. Jika saat dipukul marmer mengeluarkan suara nyaring yang tajam, berarti tidak ada masalah. Tapi jika suaranya sayu, berarti bagian itu sedang sekarat dan mesti segera diganti, tak peduli meski wujudnya arca renta yang tak ternilai.

Dua turis melihat sebuah patung kuno yang sebelumnya dipasang di Duomo.

Di katedral, semua bagian yang rapuh didata dan digambar. Di tahap berikutnya, giliran laboratorium Certosa mengambil alih pekerjaan. Laboratorium ini dihuni oleh para perajin yang piawai dalam memangkas, memahat, dan menghaluskan marmer. Merujuk gambar kiriman teknisi, mereka memotong-motong marmer memakai bantuan pantograph dan kabel berlian.

Mesin memudahkan tugas yang menuntut akurasi dan presisi itu. Tapi mesin tak sanggup menuntaskan semua pekerjaan. Beberapa elemen gereja harus dibuat mengandalkan jiwa seni manusia, misalnya daun-daun acanthus, helai sayap malaikat, karangan bunga, gumpalan awan nimbus, dan ekspresi murka iblis. “Hanya tangan manusia yang bisa menyuntikkan kehidupan ke marmer, juga mencipta-ulang letupan emosi para pematung di masa lampau,” jelas Gino Giacomelli, manajer laboratorium Certosa.

Pekerja Veneranda yang bersiap untuk memoles marmer baru di tubuh Duomo.

Yang menarik disaksikan dari perawatan Duomo bukan hanya proses perbaikannya, tapi juga residunya. Di halaman Certosa, kita bisa menemukan salah satu keajaiban Milan yang begitu menyihir mata: kuburan massal berisi patung-patung usang koleksi Duomo. Bagaikan komposisi metafisik yang sureal, tempat ini menyuguhkan ratusan figur malaikat dan iblis, kesatria dan santo, martir dan monster, pahlawan dan nabi, serta penguasa, pendosa, dan aulia.

Patung-patung itu menyiratkan kehidupan, tapi tubuh mereka telah keropos dikikis hujan, digerus angin dan polusi. Ajal mereka datang saat palu para pekerja mendapati tubuh mereka bersuara sumbang. Setelah itu, patung-patung direlokasi, diganti, walau tak selamanya dilupakan. Bus-bus turis rutin datang ke “kompleks makam” Certosa. Orang-orang singgah sejenak, memotret, lalu hengkang, mungkin tanpa menyadari mereka tengah menatap jejak iman dan waktu dari sebuah kota.

Para ahli dari Veneranda memeriksa kondisi marmer di tubuh Duomo.

Banyak orang memang tak sadar jika Duomo sejatinya masih berproses. Sekitar 100.000 orang menziarahi katedral ini per pekannya, tapi mungkin hanya segelintir yang benar-benar memahami pekerjaan besar yang bergulir di sekitar, di dalam, dan di balik bangunan. Lihat misalnya lantai bawah Duomo yang menyimpan sebuah pabrik berisi mesin-mesin besar, toilet, gudang, klinik, dan kantin. Sekitar 40 orang yang bekerja di sini menganut moto “rumah Tuhan harus lebih baik dari semua rumah.”

Ketika di dalam katedral jemaah melayangkan doa, di bawah kaki mereka orang-orang bekerja keras menata batu, memotong marmer, menghaluskan kayu, dan menyambung kabel. Ketika di dalam katedral para turis sibuk memotret mahakarya seni religius, di atas kepala mereka para teknisi bergerak gesit layaknya tupai yang melacak marmer yang rapuh, menyeka patina pada relief-relief yang terpahat tinggi, memastikan Madonnina terus bersinar di langit Milan.

Fasad megah Duomo di Milano, salah satu objek wisata populer di Milan.

Seperti kota Milan yang ditempatinya, Duomo terus berevolusi. Ia tak ubahnya organisme berbahan marmer yang dialiri darah rawan penyakit di pembuluhnya. Para pekerjalah yang memastikan makhluk renta ini tetap hidup. Saban hari sepanjang tahun, mereka melacak boroknya, menyembuhkannya, memastikannya tak menyerah pada usia.

Sudah lebih dari 600 tahun Duomo menyalurkan doa jemaah. Sejak peletakan batu pertamanya, rumah ibadah ini dirangkai secara bertahap dan lambat selama berabad-abad. Duomo adalah katedral gotik flamboyan yang sempat akan diganti ke gaya klasik oleh Kardinal Carlo Borromeo selepas periode Counter-Reformation. Duomo adalah juga gereja yang hingga abad ke-17 belum tuntas dikerek sampai-sampai bagian sayapnya sempat dijadikan jalur kereta kuda. Dan Duomo adalah rumah ibadah yang bagian fasadnya mulai dirampungkan pada 1807 atas perintah Napoleon. Akan tetapi, hingga kini, Duomo belumlah selesai.

Raul Manini, salah seorang staf tambang yang berpose di depan bongkahan marmer raksasa.

Berjalan-jalan di Duomo kita bisa melihat kreativitas seni abad ke-20. Ada patung petinju Primo Carnera, Mussolini, juga Santo Benedetto Menni. Mungkin kelak kita akan melihat wajah Paus Francis, sebab Duomo memang masih membuka diri pada perbaikan, pada perubahan, layaknya kota Milan yang terbuka pada dunia.

Dan “terbuka” adalah kata yang pas untuk menggambarkan Duomo. Keputusan Gian Galeazzo memakai marmer Candoglia ketimbang bata memicu revolusi teknik rekayasa bangunan di Milan, sekaligus memaksa pihak kontraktor menyewa insinyur, arsitek, pematung, dan lapidaries (ahli potong batu mulia) dari banyak kawasan di Eropa. Sejak itu, Duomo terus menjadi persinggahan bagi banyak orang dengan latar budaya yang berbeda. Ia adalah ruang berbagai pengalaman, gagasan, juga keahlian. Duomo merupakan katedral gotik yang “paling Eropa,” sebagaimana Milan merupakan kota Italia yang “paling Eropa.”

Seorang staf di bengkel pemotongan batu Veneranda Fabbrica del Duomo.

Jika kelak berkunjung ke Duomo, luangkan waktu untuk bersantai di alun-alunnya. Selepas hujan, marmer di sekujur bangunan akan menembakkan rona jambon. Pancarannya mungkin sejenak membingungkan nalar, sebab marmer Duomo mewakili kalkulasi yang tak tepermanai: enam abad, tapi aslinya 800 ratus juta tahun. Rumah ibadah ini dirangkai dari kerang dan pasir yang berasal dari masa ketika tahun belum dihitung.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Maret/April 2017 (“Gedung Tak Berujung”).

The post Proyek Katedral Terlama di Dunia appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/proyek-tak-berujung-duomo-di-milano/feed/ 0
Kala Prada Bicara Budaya https://destinasian.co.id/kala-prada-bicara-budaya/ https://destinasian.co.id/kala-prada-bicara-budaya/#respond Thu, 18 Feb 2016 04:00:16 +0000 http://destinasian.co.id/?p=19342 Pusat kebudayaan yang menjadi wadah koleksi seni milik Prada.

The post Kala Prada Bicara Budaya appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Salah satu pameran seni teatrikal yang pernah digelar di Fondazione Prada.

Oleh Nina Hidayat

Museum adalah tempat menyimpan dan memajang. Sejatinya memang begitu. Tapi jika museum itu dirancang oleh arsitek terkenal, dibangun dengan biaya kolosal, lalu diberi nama yang seksi dan mahal, maka ia bisa bergaung jauh melampaui fungsinya. Dalam kasus Fondazione Prada, museum bahkan bisa mengubah nasib sebuah daerah. Nasib Largo Isarco.

Largo Isarco, kawasan bekas sentra industri di tenggara Milan, kini bagaikan bunga layu yang kembali merekah. Prada datang ke sini untuk membeli bekas pabrik penyulingan wiski, lalu menyulapnya menjadi sebuah museum yang mentereng. Tadinya dilupakan, Largo Isarco berubah menjadi magnet wisata baru.

Saya berkunjung akhir tahun lalu. Kawasan yang dulunya diramaikan derap kaki buruh ini sekarang dijejaki langkah santai kaum pencinta seni. Fondazione Prada tampak megah di antara gudang-gudang usang. Telah menjadi adagium, setidaknya di Amerika dan Eropa, bahwa museum harus berdesain cantik guna memikat publik. Fasadnya tak boleh kalah memukau dari koleksi seninya. Untuk Fondazione Prada, tugas tersebut ditangani oleh Rem Koolhaas, arsitek tersohor Belanda.

Di lahan seluas empat lapangan sepak bola, Fondazione Prada menampilkan 10 gedung, tiga di antaranya baru. Ketiga gedung yang baru terlihat modern, namun tanpa melupakan kesinambungan desain dengan struktur uzur di sekitarnya. Ibarat tas Prada, mereka adalah seri Saffiano yang luwes beradaptasi di beragam situasi. “Fondazione Prada bukanlah sebuah proyek pelestarian ataupun karya arsi tektur baru. Ia adalah titik temu keduanya,” ujar Koolhaas.

Kompleks museum ini dulunya adalah gedung penyulingan wiski.

Filosofi “titik temu” itu jugalah yang membuat Fondazione Prada seperti berada di antara dua kutub: masa lalu dan masa kini. Pada gedung ekshibisi dan bioskop, Koolhaas mendemonstrasikan hobinya mengolah warna abu-abu dan gaya minimalis. Khusus gedung jangkung yang berfungsi sebagai ruang koleksi permanen, sang arsitek meminjam praktik dekorasi dari masa silam: melapisi permukaan gedung memakai daun-daun emas 24 karat dengan berat total empat kilogram. Hasilnya bagaikan Golden Temple dari abad ke-21.

Fondazione Prada bukan satu-satunya ekspansi rumah mode ke dunia museum. Di Paris, Louis Vuitton juga memiliki sebuah museum. Beberapa bulan silam, Armani meresmikan museum miliknya, walau isinya lebih fokus pada fesyen ketimbang seni. Strategi bisnis atau sekadar kekenesan? Sulit menjawabnya.

Rumah mode senantiasa mengklaim dagangan mereka sebagai kriya. Mendirikan museum yang merayakan kreativitas adalah pilihan wajar demi memperkuat citra tersebut. Tapi Fondazione Prada sejatinya sudah dirintis sejak lama, lebih dulu ketimbang Fondation Louis Vuitton dan Armani/Silos. Sebagai yayasan, Fondazione Prada dicetuskan pada 1993, jauh sebelum ia berwujud bangunan. (Setelah Milan, Fondazione Prada melebarkan sayapnya ke Venesia). Lalu, untuk apa Prada mendirikan museum? Jawabannya bisa jadi sangat sederhana: hobi.

Kedua pemilik Prada—Miuccia Prada dan Patrizio Bertelli—merupakan kolektor benda seni, dan Fondazione Prada adalah lembaga yang ditugaskan mengelola koleksi keduanya. Embel-embel “Prada” pada nama yayasan murni merujuk pada nama sang pemilik, bukan merek luxury goods buatan mereka—sebagaimana Ciputra Artpreneur ditujukan memamerkan lukisan milik Ciputra tanpa ada hubungannya dengan bisnis properti sang taipan. “Fondazione Prada adalah sisi lain dari Miuccia. Dia tidak mau sisi mode dan minatnya pada dunia seni dicampuradukkan,” jelas Beatrice Boatto, staf Fondazione Prada.

Bar Luce, tempat makan dan istirahat yang dirancang oleh Wes Anderson.

Benda-benda seni permanen di sini seluruhnya merupakan karya kontemporer. Memasuki ruang pamernya, saya menemukan lukisan dari Jeff Koons, perupa Amerika yang pernah memecahkan rekor lelang Christie’s lewat instalasi anjing jingga raksasa. Di Fondazione Prada, dia menampilkan tiga karya bertarikh 1986 yang bertema minuman keras.

Banyak karya lebih berupa permainan bentuk yang membiarkan pemirsa menebak-nebak maksudnya. Layaknya karya kontemporer, mereka lebih didesain untuk dirasakan ketimbang dipahami. Satu instalasi yang berhasil mengocok emosi adalah Potato dari Nathalie Djurberg. Melalui video-video pendek yang diputar di gua berbentuk kentang, seniman asal Swedia itu mengajak kita menghayati karakter-karakter yang bergulat dengan isu gender dan seksualitas. Ada gadis muda yang berjuang memahami pelecehan seksual. Ada pula seorang kekasih yang bersalin rupa menjadi serigala. Di tengah perang retorika seputar feminisme di media massa, video buatan Nathalie mengirimkan pesan yang membekas, justru ketika disajikan tanpa suara.

Fondazione Prada rutin menggelar pameran temporer. Dulu, sebelum kompleks Milan didirikan, lembaga ini menginisiasi pameran tunggal sejumlah seniman, salah satunya Anish Kapoor pada 1995. Dan tak cuma seniman, sutradara sekaliber Steve McQueen pernah diundang untuk menggelar pameran solo perdananya di Italia.

Saya datang saat tempat ini menggelar pameran bertajuk Trittico. Berakar dari prinsip kuno triptych, yakni kombinasi tiga karya yang membentuk satu konteks saat dipajang bersamaan, Trittico memajang karya dari tiga seniman sekaligus dan menggali kesamaan pola di antara ketiganya. Salah satu suguhannya cukup menggigit, yakni Lost Love dari Damien Hirst, yang menampilkan akuarium ikan berisi perangkat aborsi.

Kiri-kanan: Salah satu bangunan Fondazione Prada yang dilapisi daun emas; karya berjudul Lost Love dari perupa Damien Hirst menampilkan akuarium berisi perangkat aborsi.

Tidak ada kurator tetap di Fondazione Prada, prinsip yang sejalan dengan visi tempat ini untuk mewadahai letupan-letupan kreatif yang beragam. “Ide baru, pemikiran dari berbagai disiplin dan kolaborasi berbagai bidang, adalah inti dari eksistensi Fondazione Prada,” kata Astrid Welter, kepala departemen kuratorial.

Astrid bahkan menolak Fondazione Prada dikategorikan sebagai museum. “Bukan museum,” ujarnya, “melainkan institusi budaya tempat bertemunya berbagai ekspresi.” Salah satu ekspresi itu datang dari Wes Anderson. Prada menggaet sutradara kondang ini untuk mendirikan Bar Luce, kedai kopi yang menjadi ruang rehat bagi pengunjung.

Interiornya didominasi warna-warna pastel. Desainnya retro, begitu pula suguhannya: pai buah dan kue sus buatan Marchesi, toko roti milik Prada. Bar Luce sekilas mirip properti yang dicomot dari film Moonrise Kingdom, salah satu karya terbaik Wes Anderson.

“Prada berhasil mendekatkan seni pada mereka yang menghargai desain dan keindahan,” kata Johana Hamadakova, pengunjung asal Republik Ceko. “Saat banyak museum masih terkesan kuno, institusi ini berhasil menjadi jembatan bagi kesenian untuk bisa dinikmati khalayak.”

Milan lebih dikenal sebagai pusat fesyen dan mebel. Kehadiran Fondazione Prada agaknya menjadi amunisi baru kota ini untuk membidik turis pencinta seni. Dan Anda tak perlu menjadi “devil” yang menenteng Prada untuk menikmatinya.

PANDUAN
Rute

Penerbangan ke Milan dilayani antara lain oleh Cathay Pacific (cathaypacific.com) dan Qatar Airways (qatarairways.com) . Terletak di kawasan Largo Isarco di tenggara kota, Fondazione Prada bisa dijangkau dengan subway jalur 3, trem nomor 24, atau bus jalur 79.

Informasi
Pusat kebudayaan Fondazione Prada (Largo Isarco 2, Milan; 39-02/5666-2611; fondazioneprada.org) beroperasi setiap hari dari pukul 10:00-21:00. Tiket untuk umum dibanderol €10 dan digratiskan khusus pengunjung di bawah 18 tahun dan di atas 65 tahun. Tur dengan pemandu berbahasa Inggris (€80) harus dipesan setidaknya 48 jam sebelum datang.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Januari/Februari 2016 (“Kala Prada Bicara Budaya”).

The post Kala Prada Bicara Budaya appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/kala-prada-bicara-budaya/feed/ 0