artikel perjalanan Bandung Archives - DestinAsian Indonesia https://destinasian.co.id/tags/artikel-perjalanan-bandung/ Majalah travel premium berbahasa Indonesia pertama Thu, 07 Jan 2021 02:27:13 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 20 Tempat Wisata di Bandung Pilihan 4 Pakar Lokal https://destinasian.co.id/panduan-wisata-di-bandung-pilihan-empat-pakar-lokal/ https://destinasian.co.id/panduan-wisata-di-bandung-pilihan-empat-pakar-lokal/#respond Thu, 27 Feb 2020 07:20:04 +0000 https://destinasian.co.id/?p=53724 Pakar lokal beri rekomendasi tempat-tempat di Bandung yang kerap luput dari radar turis.

The post 20 Tempat Wisata di Bandung Pilihan 4 Pakar Lokal appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Ruang pamer di Selasar Sunaryo. (Foto: Ricko Fernando)

SENI
Penyebab skena seni Bandung terasa hidup: galeri senior aktif menggelar program, sementara pendatang baru berani bereksperimen. Rekomendasi oleh Zico Albaiquni.

OmniSpace
Selain diskusi, konser, dan pameran, ruang seni yang dirintis pada 2015 ini rutin menggelar dua program eksentrik yang berikhtiar mendobrak pasar. Pertama, Getok Tular, yakni lelang karya dengan harga mulai dari Rp10.000. Kedua, Open PO, saluran bagi publik untuk memesan karya, dengan cara mendaftar dan bertemu langsung dengan seniman pilihan panitia. Jika datang saat tak ada acara, kunjungi lantai duanya yang berisi distro dan toko buku. omuniuum.net.

Kiri-kanan: Ruang pamer di Galeri Soemardja; Erwin Windupranata, pengelola ruang seni Omnispace. (Foto: Fauzan Abdul Syukur Kesuma)

Galeri Soemardja
Ini contoh galeri senior yang terus relevan dengan zaman. Programnya meliputi Pameran Arsip, Soemardja Book Fair, Orasi Budaya, Pameran Akademik, serta Mini Art Project, sebuah ekshibisi unik yang menampilkan karya-karya berukuran maksimum 15x15x15 sentimeter. Galeri yang memakai nama tokoh pendidikan Syafe’i Soemardja ini didirikan pada 1974 dan berlokasi di kompleks Institut Teknologi Bandung. galerisoemardja.fsrd.itb.ac.id.

Studio Batur
Dirancang sebagai ruang kerja pribadi, tempat asuhan seniman Moch Hasrul ini merekah jadi ruang komunal yang aktif menyuguhkan program-program eksperimental. Datang di hari Minggu, ada acara unik Breakfast Club, di mana para tamu bisa berbincang sembari menyantap hidangan racikan seorang antropolog. Dilengkapi dua kamar tidur, Studio Batur juga menawarkan program residensi. Tak kalah menarik, walau usianya terbilang muda, tempat ini sudah memiliki cabang di Jakarta. Jl. Bukit Pakar Utara 31.

Semata Gallery
Awalnya berniat menampung buah kreativitas anak-anak di sekitar rumah, duet seniman edukator Wilman Hermana dan Suniaty pada 2013 mendirikan semacam sekolah seni alternatif untuk pemula. Lewat program After School dan Art Studio, sanggar yang menempati garasi ini mengajarkan teknik seni dasar kepada anak dan remaja, lalu memamerkan hasil karya mereka. Setelah beberapa tahun beroperasi, Semata Gallery mulai menerima pula peserta dewasa. Jl. Boscha III 147.

Selasar Sunaryo Art Space
Satu dari segelintir ruang seni yang populer sebagai objek wisata, SSAS layak dipilih jika Anda hanya punya waktu melawat satu tempat di Bandung. Kompleks megah ini menampung antara lain perpustakaan, kafe, toko suvenir, serta amfiteater. Salah satu programnya yang bergengsi ialah Bandung New Emergence, hajatan bienial yang memetakan bakat-bakat muda. Dua menit berjalan kaki dari SSAS, ada Wot Batu yang memajang karya-karya berbahan batu buatan Sunaryo. selasarsunaryo.com.

Zico Albaiquni
Seniman asal Bandung, alumni ITB, serta pendiri kanal seni alternatif Ruang Gerilya. Zico kini diwakili oleh Yavuz Gallery.

 

 

Interior Happy Go Lucky House. (Foto: Fauzan Abdul Syukur Kesuma)

BELANJA
Status Bandung sebagai sentra mode masih bertahan, tapi skena belanjanya tak semata menawarkan pakaian. Rekomendasi oleh Nina Hidayat.

Happy Go Lucky House
Orisinal, tiruan, ataupun “sisa ekspor,” sandang merek asing bertaburan di banyak FO dan distro di Bandung. Tapi jika Anda mencari kreasi autentik lokal, kunjungi Happy Go Lucky House. Salah satu pionir concept store di Bandung ini bertahan mengandalkan sistem kurasi produk yang amat selektif, juga referensi mode yang penuh warna, berani, dan segar. Dalam interiornya yang sarat permainan motif, pengunjung bisa menemukan aneka baju, sepatu, hingga tas untuk dewasa dan anak. hglhouse.com.

Barang antik di Garasi Opa. (Foto: Prabowo Prajogio)

Garasi Opa
Tempat belanja seraya bernostalgia, Garasi Opa menawarkan barang-barang antik yang sepertinya diwariskan oleh opa, mulai dari kacamata Ray-Ban tua, arloji Swatch model lawas, hingga telepon putar dan televisi tabung seri Lapiz. Dagangan ini ajek diganti dan rata-rata dalam kondisi prima. Demi menyelamatkan pelanggan dari pencarian penuh debu di antara kalkasar, stafnya yang ramah senantiasa siaga membantu tamu. Sebelum datang, Anda bisa mengecek koleksi terbarunya di media sosial. garasiopa.com.

Toko Organic
Tren organik menular ke Bandung, dan Toko Organic sudah menggarap ceruk ini sejak 2013. Dalam interior bergaya rumahan yang didominasi elemen kayu berwarna terang, pengunjung bisa menemukan beragam bahan makanan hingga kosmetik. Bagian dari edukasi pasar, tempat ini rajin menanggap diskusi, lokakarya, serta bazar. tokoorganic.com.

Kiri-kanan: Interior UNKL347, salah satu produsen streetwear paling legendaris di Kota Kembang; staf UNKL347. (Foto: Fauzan Abdul Syukur Kesuma)

Unkl347
Para pendirinya awalnya aktif terlibat dalam skena musik independen dengan menjual suvenir dan album musisi lokal, dari era Mocca hingga Elephant Kind. Seiring waktu, UNKL347 melebarkan sayap bisnisnya dengan menjadi produsen streetwear, sembari menawarkan studio desain dan aktivitas berbasis komunitas seperti pentas musik. unkl347.com.

Two Hands Full
Kongko di kedai kopi trendi adalah bagian dari pengalaman kuliner di Bandung. Jika Anda ingin membawa pulang kopi sebagai oleh-oleh, Two Hands Full menawarkan aneka biji dari dalam dan luar negeri dengan harga mulai dari Rp130.000. Sejak 2013, kedai ini beroperasi sebagai tempat penggilingan sekaligus kedai kopi. Khusus biji lokal, grader kedai menjalin kemitraan dengan petani kopi Wanoja, Jawa Barat. Two Hands Full juga terkenal sebagai tempat sarapan, dengan menu andalan avocado toast dan banh mi Vietnam. thfcoffee.myshopify.com.

Nina Hidayat
Mantan jurnalis asal Bandung ini menjabat Head of Communications Museum Macan sekaligus pengasuh blog tentang perempuan.

The post 20 Tempat Wisata di Bandung Pilihan 4 Pakar Lokal appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/panduan-wisata-di-bandung-pilihan-empat-pakar-lokal/feed/ 0
Babak Baru Industri Kreatif Bandung https://destinasian.co.id/babak-baru-industri-kreatif-bandung/ https://destinasian.co.id/babak-baru-industri-kreatif-bandung/#respond Wed, 13 Jun 2018 05:00:28 +0000 http://destinasian.co.id/?p=38849 Dalam 10 tahun terakhir, Bandung menelurkan sejumlah terobosan inovatif di bidang seni dan desain.

The post Babak Baru Industri Kreatif Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Beberapa karya seni keramik oleh Nurdian Ichsan yang dipamerkan di Selasar Sunaryo

Oleh Nina Hidayat
Foto oleh Ricko Fernando

Jauh sebelum Ridwan Kamil yang melek desain menjabat Wali Kota Bandung, kecintaan terhadap desain telah menjadi bagian integral dari kota ini. Di era penjajahan, seorang pedagang bernama Roth menjuluki Bandung “Parijs van Java,” sebuah label pemasaran yang terinspirasi koleksi bangunan art deco dan butik busana trendi di kota ini. Taktiknya berhasil. Label itu mengangkat pamor Bandung di mata meneer dan mevrouw.

Kemudian, usai Proklamasi, Bandung merekah jadi kutub ekonomi kreatif. Ibu Kota Jawa Barat ini giat mencetak seniman, arsitek, desainer, serta musisi. Di belantika musik misalnya, Bandung konsisten mencetak bintang, sejak era Nike Ardilla hingga Isyana Sarasvati. Sementara di ranah fesyen, Bandung merupakan kota pertama yang menumbuhkan industri distro di Indonesia. Pernah ada masa ketika kaus-kaus buatan studio Bandung diburu oleh remaja Jakarta.

Banyak bagian dari karakter itu berlanjut hingga kini. Tetapi, khusus bidang seni dan desain, perkembangannya terasa lebih mencolok dalam beberapa tahun terakhir. Setelah lama berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta, skena seni Bandung mulai mencuri panggung. Para perupanya aktif menelurkan terobosan segar dalam wujud karya dan acara. Sementara di cabang desain, kota ini ditetapkan UNESCO sebagai anggota Jaringan Kota Kreatif di kategori desain. Apa pemicu perkembangan tersebut, dan seperti apa dampaknya bagi Bandung?

Kiri-kanan: Tim seniman Nyoman Nuarta sedang membuat patung di bengkel kerja yang berlokasi di kompleks NuArt Sculpture Park, taman patung atraktif yang dirintis pada 2000; Zico Albaiquni, salah seorang pendiri Ruang Gerilya, kanal seni alternatif yang dirintis pada 2011.

Setiap Selasa, Fajar Abadi bertamu ke Ruang Gerilya. Masuk ke dapur, seniman performatif ini memasak, lalu menghidangkan hasilnya kepada rekan-rekannya yang datang untuk berdiskusi soal seni. Mereka membahas proyek yang tengah digarap, karya yang dibuat, kadang soal harga karya yang terjual.

Ruang Gerilya, ruang alternatif yang dirintis pada 2011, beriktikad menyediakan wadah untuk bertukar pikiran, berbagi gagasan, serta menelurkan proyek kolaborasi di antara para seniman muda. Di sebuah kota seni, forum-forum cair semacam ini tentu sesuatu yang lumrah. Akan tetapi, bagi Bandung, Ruang Gerilya sebenarnya mengemban fungsi yang lebih vital. Di sinilah banyak artis mencari solusi bersama untuk bertahan hidup.

Menurut Zico Albaiquni, salah seorang pendiri Ruang Gerilya, jagat seni Bandung sedang terperosok ke level darurat “existential survival,” terjemahan bebasnya kira-kira “sekadar bertahan hidup.” Melalui diskusi dan kolaborasi yang difasilitasi Ruang Gerilya, dia berharap bisa menggeser status itu ke level awas “pragmatic survival,” artinya “upaya sintas yang mengutamakan manfaat.”

Teori Zico mungkin terdengar njlimet, tapi landasan berpikirnya bertolak dari kondisi riil. Bandung memang tengah berupaya memulihkan pamornya sebagai kutub seni. Sejenak menengok sejarah, kota ini pernah menikmati reputasi yang luhur. Pada paruh kedua abad ke-20, Bandung mencetuskan mazhabnya sendiri. Ahmad Sadali, Popo Iskandar, dan Srihadi Soedarsono, adalah beberapa pelopornya. Generasi penerus, misalnya Sunaryo dan Gregorius Sidharta, memberi napas baru pada aliran ini dengan memasukkan unsur spiritual dan bahan alami dalam karya.

Kiri-kanan: Salah satu kreasi Nyoman Nuarta yang dipajang di galerinya yang bersemayam di kompleks NuArt Sculpture Park; Andre Liongson, Ferdi Trihardi, dan Glenn Marcel—tiga pendiri Kyub, studio desain yang berhasil menyabet Red Dot Award 2017.

Sayang, pada pertengahan 1980-an, gairah itu meredup. Seniman-seniman Bandung jarang berkarya ataupun berpartisipasi di ajang seni. Di masa vakum itu, Yogyakarta bersinar kian terang, bahkan mendominasi wacana seni nasional. Fenomena ini sempat dikaji oleh kurator Enin Supriyanto dalam catatan kritisnya, The Lost Generation. Menurut Enin, represi Orde Baru, antara lain lewat program NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan), merupakan salah satu penyebab melempemnya aktivitas berkesenian di Bandung.

Selepas kejatuhan Soeharto, angin perubahan mulai berembus. Pada akhir 1990-an, Bandung perlahan bangun dari tidurnya. Perupa jebolan Bandung seperti Jim Supangkat dan Priyanto Sunarto berkibar. Seiring itu, di banyak pameran dan festival, kota ini ajek menempatkan wakilnya. Dengan pamor yang menanjak, beberapa nama baru pun tertangkap radar global, salah satunya Ay Tjoe Christine. Lulus dari ITB (Institut Teknologi Bandung) pada 1997, dia rajin berpameran keliling di Asia. ARNDT, broker seni di Jerman, mendeskripsikannya sebagai “salah seorang perupa perempuan Indonesia yang paling ternama.”

Lepasnya cengkeraman Orde Baru berkontribusi besar bagi kebangkitan seni Bandung. Tentu saja, kondisi serupa dinikmati oleh kota-kota lain di Indonesia. Jika ada satu hal yang membedakan generasi baru Bandung, jawabannya adalah prosesnya. Mereka bukan semata bebas berkarya, tapi juga bebas menentukan cara berkarya.

Berbeda dari banyak koleganya di Jogja yang seperti terkurung pakem para senior, seniman Bandung merayakan keleluasaan lebih dalam mengeksplorasi gagasan artistik. Mereka ulet dan luwes mengolah ide segar, baik dalam aspek wacana maupun medium. Menurut Mulyana alias Mogus, artis Bandung yang bermukim di Jogja, otonomi dalam berkarya itulah yang menjadi kekuatan sebenarnya dari Bandung kini. “Mereka lebih fokus berkarya secara individual, dibandingkan seniman Jogja yang terkenal guyub,” jelasnya.

Gerbang Sense of Order, pameran tunggal Nurdian Ichsan yang diselenggarakan Januari silam di Selasar Sunaryo Art Space, ruang seni milik seniman senior Sunaryo.

Tren positif itulah yang sekarang hendak dibawa ke babak baru oleh Ruang Gerilya. Zico sepakat tentang alasan kesuksesan aksi solo banyak seniman lokal, tapi dia juga melihat individualitas itu pada akhirnya akan terbentur banyak batasan, salah satunya sumber daya finansial. Maklum, banyak seniman muda Bandung bekerja paruh waktu lantaran tuntutan ekonomi. Guna mendobrak batasan, Zico percaya kolaborasi sebagai solusi pamungkasnya. “Sesudah boom seni rupa tahun 2007, ada kesadaran kolektif dalam diri seniman- seniman muda Bandung untuk bekerja sama agar semua bisa maju,” jelas Zico.

Dari kesadaran kolektif itu pula terbit LIPLAP: 35 Bandung Artists Under 35, buku garapan Ruang Gerilya dan Omni Space. Edisi perdananya memuat profil pekerja seni lintas disiplin, misalnya Duto Hardono dan Meicy Sitorus. Rencananya, buku ini akan diperbarui tiap tiga tahun sekali. Tujuannya mengarsip para seniman muda sekaligus memotivasi mereka agar terus berkarya. “Dengan begitu,” tambah Zico, “saya harap kami tidak akan lagi kehilangan satu generasi seniman.”

Ruang Gerilya tidak sendirian dalam menghidupkan skena seni Bandung. Pada 2010, Lawangwangi Creative Space meluncurkan Bandung Contemporary Art Awards (BaCAA). Tahun lalu, ajang apresiasi ini menggelar jilid kelimanya. Dewan jurinya diisi kurator Agung Hujatnika dan kritikus Carla Bianpoen.

Kiri-kanan: Pameran tunggal seniman Restu Taufik Akbar di Orbital Dago, galeri di daerah Dago yang diresmikan pada Mei 2017; interior Museum Barli, tempat yang memajang karya dan koleksi mainan seniman Barli Sasmitawinata, serta menyediakan kelas mengggambar khusus anak-anak.

Inisiatif lain datang dari Pak Naryo, sapaan akrab maestro Sunaryo. Di Selasar Sunaryo Art Space, beliau mencetuskan Bandung New Emergence (BNE) untuk memetakan seniman generasi baru. Dalam hajatan bienial ini, mereka yang telah berkesenian minimum dua tahun diminta mengirimkan karyanya untuk kemudian dikurasi, dipamerkan, serta diulas oleh para senior. Setelah Bandung Biennale mati suri, BNE adalah kanal satu-satunya yang menyalurkan energi kreatif artis muda lokal.

Tak ketinggalan, Nyoman Nuarta turut memberi dukungan bagi bakat-bakat belia. Di NuArt Sculpture Park, pematung senior ini mendirikan fasilitas residensi dan sanggar tari. Joko Avianto adalah contoh figur sukses dalam asuhan Nyoman. Kini, melihat ekosistem seni Bandung kian kondusif, Nyoman berharap seniman tak lagi bekerja dengan pola menyambi. Bagi eksponen Gerakan Seni Rupa Baru ini, mereka harus berani bertaruh dengan memberikan totalitas energinya. “Kalau seniman takut miskin, ya sulit membuat karya yang berbobot,” ujarnya pedas.

Berjarak dari Mazhab Bandung, generasi kontemporer berhasil menyuguhkan eksperimen- eksperimen yang memberi warna baru pada dunia seni. Kini, dengan pasokan seniman yang kian berlimpah, Bandung pun mulai dilirik oleh kolektor dan pemilik galeri. ROH Projects, galeri partikelir di Jakarta, mewakili enam seniman yang seluruhnya alumnus ITB. Mei 2017, Rifky Effendy, Creative Director Art Jakarta, melansir Galeri Orbital Dago di dataran tinggi Dago. Terakhir, dalam bursa seni ArtJog 2017, lebih dari sepertiga seniman yang terlibat berdomisili di Bandung.

The post Babak Baru Industri Kreatif Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/babak-baru-industri-kreatif-bandung/feed/ 0
Siang Malam Asia Afrika https://destinasian.co.id/siang-malam-asia-afrika/ https://destinasian.co.id/siang-malam-asia-afrika/#respond Wed, 14 Feb 2018 05:21:03 +0000 http://destinasian.co.id/?p=33029 Kontras dan kreativitas di kawasan bersejarah Bandung.

The post Siang Malam Asia Afrika appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
DestinAsian Indonesia
Diorama sosok Soekarno di Museum Asia-Afrika menggambarkan sang presiden kharismatik ini sedang membacakan pidato berjudul “Lahirkanlah Asia Baru dan Afrika Baru”, dalam Konferensi Asia Afrika, 18 April 1955.

Oleh Toto Santiko Budi

Saban akhir pekan, Bandung dan macet menjadi dua kata yang sangat akrab. Jalanan sesak. Lahan parkir sesak. Restoran dan kafe sesak. Ribuan weekender, terutama asal Jakarta, membanjiri kota ini untuk bersantai, walau yang mereka dapatkan kerap justru suasana yang tidak santai.

Penjual majalah dan buku-buku bekas tengah asyik membaca dan ‘tenggelam’ dalam dagangannya di kawasan Jalan Cikapundung.

Sesekali saya bergabung dalam “migrasi mingguan” itu. Saya dan pasangan lazimnya datang untuk menikmati kawasan tua Bandung, salah satunya Jalan Asia Afrika, sebuah bulevar yang sarat cerita heroik, tempat bangunan-bangunan berstatus cagar budaya bercokol tegap melawan usia.

Sebagai fotografer yang merangkap turis, Jalan Asia Afrika senantiasa menghadirkan target foto yang menarik. Kawasan ini mengombinasikan warisan masa silam dan kreativitas masa kini. Dari siang hingga malam, berbekal sebuah kamera, saya berjalan kaki menyusuri trotoar di Jalan Asia Afrika sambil memotret.

Sosok-sosok seram bersantai di bangku kota menunggu malam tiba.

Satu situs sejarah yang saya kunjungi di sini ialah Museum Konferensi Asia Afrika. Di dalamnya tersimpan berbagai diorama dan memorabilia, termasuk sebuah patung Bung Karno yang sedang berpidato memompa semangat delegasi negara-negara di Asia dan Afrika untuk terus berjuang merebut kemerdekaan.

Puluhan cosplayer berjajar di sepanjang ruas jalan tak jauh dari Museum Konferensi Asia-Afrika.

Berpindah ke pelataran museum, saya mendapati sebentuk perjuangan lainnya: puluhan cosplayer yang tengah berburu nafkah. Dalam kostum dan dandanan yang semarak, mereka bergantian merayu para pejalan kaki agar sudi berfoto bersama, sembari berharap mendapatkan donasi seikhlasnya.

Ketika hari beranjak malam, kawasan tua Bandung kian kemilau. Kota modis ini seolah berubah menjadi ajang peragaan busana raksasa. Orang-orang dengan beragam gaya berkeliaran dan berseliweran, menjanjikan target foto menarik lainnya bagi seorang street photographer.

Ketika malam semakin larut, becak-becak pun parkir di emperan gedung.

Di sudut Jalan Cikapundung yang terhubung ke Jalan Asia-Afrika, seorang penjual majalah dan buku bekas sedang asyik membaca buku dagangannya. Meski pembeli kian sepi, dia masih setia menekuni profesinya. Tak jauh darinya, beberapa remaja menyulap sebuah mobil gerbong menjadi kedai kopi.

Dikenal sebagai kota kreatif, di Bandung banyak ditemukan mobil van yang disulap menjadi tempat kopi.

Larut malam, saya kembali ke penginapan dengan melewati kantor harian Pikiran Rakyat yang berada di seberang Savoy Homann, hotel ikonis tempat delegasi Konferensi Asia Afrika dulu menginap. Tak ada lagi cetakan koran yang dibentangkan dalam bingkai di muka kantor Pikiran Rakyat. Warga kota kini terbiasa membaca koran yang terbit perdana pada 1966 itu dalam bingkai layar datar LED.

Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung
Diorama sosok Soekarno di Museum Asia-Afrika menggambarkan sang presiden kharismatik ini sedang membacakan pidato berjudul “Lahirkanlah Asia Baru dan Afrika Baru”, dalam Konferensi Asia Afrika, 18 April 1955.

Toto Santiko Budi
Memulai kariernya pada 2000 sebagai fotojurnalis di sebuah surat kabar harian di Surabaya, Toto bermigrasi ke Jakarta pada 2007 untuk bekerja sebagai fotografer independen dengan spesialisasi foto dokumenter, jurnalistik, dan travel. Dia pernah berkontribusi untuk beragam media, antara lain Time, Stern, The Australian, dan Forbes Indonesia. totosantiko.com.

The post Siang Malam Asia Afrika appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/siang-malam-asia-afrika/feed/ 0
7 Tempat Baru di Bandung https://destinasian.co.id/7-tempat-baru-di-bandung/ https://destinasian.co.id/7-tempat-baru-di-bandung/#respond Tue, 16 Aug 2016 09:52:55 +0000 http://destinasian.co.id/?p=20958 Rekomendasi tempat minum kopi, makan, dan mengapresiasi seni.

The post 7 Tempat Baru di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Dari kiri ke kanan: interior Buttercup yang mewah; roti egg ham yang menggugah selera; seorang koki di dapur Buttercup.

Teks dan foto oleh Yohanes Sandy

Buttercup Boulangerie
Namanya unik. Namun sebagian orang lebih suka menyebutnya dengan Buttercup Bakery. Toko roti ini bersemayam di Jalan Djuanda, bersarang di dalam bangunan berarsitektur kolonial yang terletak di halaman hotel Four Points Bandung. Interiornya mengusung gaya elegan dengan sofa berlapis kulit.

Toko roti ini buka akhir Juli 2016. Saat saya datang, mereka masih dalam masa soft opening. Seperti toko roti kebanyakan, konsep jualannya pun sama. Roti-roti hangat beraneka rasa dipajang berderet. Tamu bisa memilih sesukanya. Tapi yang menarik, resep-resepnya diciptakan oleh salah satu koki pastry terbaik asal Jepang, Kurata Hirokazu. Di Jepang, Kurata sendiri memiliki enam toko roti bernama Daisy di Kawaguchi dan Warabi.

Saya mencoba beberapa pilihan rotinya, seperti roti kroisan dan egg ham untuk sarapan lengkap dengan segelas kopi cappuccino hangat. Roti kroisannya lembut, meskipun kepadatannya perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan egg ham-nya mencuri perhatian dengan rasa gurih yang pas dan roti yang super lembut. Sementara itu, karena tidak ditangani oleh barista profesional, cappuccino disajikan seadanya. Padahal pemilihan biji kopinya sudah cukup mumpuni.

Bagi Anda yang menyukai sesi afternoon tea, paketnya dibanderol Rp125.000. Ke depannya, selain pilihan pastry, Buttercup juga akan menyajikan menu main course yang tersedia untuk makan siang dan malam. Jl. Ir. H. Djuanda No. 46.

Dari kiri ke kanan: fasad gedung HolyRibs Bandung; sajian iga bakar; interior HolyRibs Bandung.

HolyRibs
Grup The Holycow! melebarkan sayapnya ke Bandung. Restoran yang memulai usahanya dengan merilis Holycow Steakhouse by Chef Afit ini membuka gerai restoran iga bakar ketiganya sekaligus gerai pertama di Bandung.

HolyRibs Bandung bersemayam di Jalan Tirtayasa. Bangunannya merupakan bekas rumah warga yang dipugar menjadi restoran dengan kapasitas yang tak terlalu besar. “Ini cabang pertama yang memiliki area outdoor,” ujar Afit Dwi Purwanto, pemilik sekaligus koki restoran tersebut setengah berpromosi.

Seperti cabangnya di Jakarta, menu andalannya adalah iga bakar yang dimasak secara perlahan dalam waktu 10-12 jam. Pilihan dagingnya mulai dari US Prime hingga wagyu. Karena dimasak dengan cara slow cooking, maka daging jadi gampang lepas dari tulang dan lumer di mulut. Selain iga, HolyRibs juga menyediakan pilihan steak, ayam, dan sosis. Jl. Tirtayasa No. 30; 0812-2002-3458.

Dari kiri ke kanan: penataan meja dan kursi khas kedai kaki lima; sate babi yang menjadi primadona; salah satu sudut Sudirman Street.

Sudirman Street
Ini bukan nama restoran, namun merupakan sentra kuliner Pecinan yang terletak di Pecinan. Sudirman Street dirancang sebagai pujasera yang menampung pedagang kaki lima. Mirip dengan Gurney Drive Hawker Center, pujasera paling ramai di Penang. Lupakan kursi nyaman dan ruangan dengan pendingin udara. Semua yang datang memiliki tujuan yang sama: menikmati kuliner terbaik Pecinan.

Beberapa kios buka dari siang, namun sejatinya roda kehidupan di Sudirman Street dimulai dari pukul 18:00. Pujasera ini menampung beragam kuliner khas Tiongkok maupun Peranakan. Sebut saja nasi campur babi, sate babi, ba kut teh, iga babi panggang, hingga martabak babi. Salah satu primadona di sini adalah sate babi dari kedai Wibisana yang selalu dipadati pengunjung. Jl. Sudirman No. 107 – Jl. Cibadak No. 114.

Dari kiri ke kanan: pemandangan di Wot Batu; kursi merenung yang terbuat dari batu; salah satu instalasi seni.

Wot Batu
Wot Batu bukan restoran atau kedai kopi, melainkan galeri seni yang menampung instalasi seni karya seniman asal Bandung, Sunaryo. Wot Batu terletak di Jalan Bukit Pakar Timur. Lokasinya hanya beberapa langkah dari Selasar Sunaryo yang tersohor itu. “Butuh waktu tiga tahun bagi Pak Sunaryo untuk membangun instalasi ini,” tutur pemandu yang membimbing saya waktu itu.

Wot Batu dibuka pada 2015 di atas lahan seluas 2.000 meter persegi. Di dalamnya terserak 11 karya seni yang terbuat dari 136 batu dalam berbagai ukuran dan bentuk. Beberapa batunya didatangkan dari luar negeri. Menurut sang pemandu, Sunaryo membangun tempat ini sebagai “jembatan” yang menghubungkan antara fisik dan jiwa manusia, serta empat elemen kehidupan, yakni air, tanah, dan angin. Elemen tersebut diterjemahkan pada instalasi-instalasi di dalam Wot Batu.

Wot Batu dibangun mengawinkan bangunan bergaya modern minimalis dengan taman luas. Dari ruang istirahatnya, pengunjung dapat menikmati minuman segar sambil melihat pemandangan perbukitan. Tiket masuk dibanderol Rp50.000 per orang termasuk pemandu dan segelas minuman segar. Jl. Bukit Pakar Timur No.98; 022/8252-4480; wotbatu.id.

The post 7 Tempat Baru di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/7-tempat-baru-di-bandung/feed/ 0
4 Hotel Baru di Bandung https://destinasian.co.id/4-hotel-baru-di-bandung/ https://destinasian.co.id/4-hotel-baru-di-bandung/#respond Wed, 17 Feb 2016 04:56:21 +0000 http://destinasian.co.id/?p=19318 Empat opsi tempat menginap baru di Kota Kembang.

The post 4 Hotel Baru di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Kolam renang di Crowne Plaza Bandung.

Teks & foto oleh Yohanes Sandy

InterContinental Bandung Dago Pakar
Lokasi adalah aset terbesarnya untuk memikat tamu. Beralamat di dataran tinggi Dago Pakar, hotel ini menyuguhkan panorama kota dan perbukitan, serta menawarkan akses mudah untuk menjangkau banyak sentra hangout terpopuler di Bandung.

InterContinental Bandung terletak di dekat Mountain View Golf Club, sedikit di atas Marbella Suites. “Ini hotel bisnis dengan nuansa resor,” ujar Nike April, Communications Manager. Melihat konsep hotelnya, definisi itu mungkin bisa dibaca terbalik: “resor dengan nuansa hotel bisnis.”

InterContinental Bandung menyuguhkan desain yang cukup memikat: gedung 16 lantai bergaya minimalis modern yang ditumpuk tiga bangunan berbentuk kontainer di atapnya. Fasadnya yang berwarna abu-abu terlihat kontras dari alam sekitarnya yang dipenuhi pohon rindang. Hotel ini dirancang oleh Aedas, firma bergengsi yang pernah menangani Hotel Indigo Hong Kong dan Langham Place Guangzhou.

Total tersedia 206 kamar dan suite. Interior kamar terasa elegan dan hangat berkat kehadiran banyak materi kayu. Kamar mandinya dialasi tegel bercorak batu alami dan dilengkapi bathtub yang menatap panorama di luar.

Seluruh kamar tidak dilengkapi balkon. Sebagai gantinya, Aedas menyematkan day bed di pojok ruangan yang didesain kantilever. Bisnis penginapan di Dago Pakar didominasi oleh vila privat, dan InterContinental Bandung menangkap peluang tersebut dengan menawarkan 19 vila. Seluruh vila tidak dilengkapi kolam renang, tapi setidaknya terdapat taman privat dan teras.

Kiri-kanan: Kamar mandi menjadi daya tarik tersendiri di InterContinental Dago Pakar; kolam renang di InterContinental Dago Pakar yang menyajikan pemandangan memikat.

Khusus segmen MICE, hotel ini menawarkan fasilitas yang mumpuni: ballroom berkapasitas 1.700 tamu dan enam ruang rapat yang masing-masingnya berdaya tampung 25-100 delegasi. Karena Dago Pakar adalah destinasi pernikahan yang populer, InterContinental Bandung menyuguhkan sebuah aula yang didesain mirip kapel, ditambah sebidang lahan untuk kenduri terbuka di dekat kolam renang. “Biasanya lahan ini dipakai untuk resepsi outdoor atau tempat outbound,” tambah Nike.

Hotel yang beroperasi sejak 31 Juli 2015 ini memiliki dua restoran, salah satunya Damai yang menyuguhkan menu internasional racikan Mahesa Nugraha, mantan koki Padma Bandung. “Menu yang laris-manis di sini adalah angus beef steak,” ujar Nike. Jl. Resor Dago Pakar Raya 2B, Resor Dago Pakar; 022/8780-6688; ihg.com; doubles mulai dari Rp1.800.000.

Kiri-kanan: Desain interior kamar yang berbeda; kamar tipe French di Summerbird Hotel.

Summerbird Bed & Brasserie
Summerbird adalah sebuah testimoni atas karakter Bandung sebagai kota kreatif yang menghargai desain. Hotel yang beroperasi sejak 1 November 2015 ini menawarkan hanya 27 kamar. Dari segi kelas, kamarnya terdiri dari tiga tipe: standard, superior, dan deluxe. Tapi dari segi desain, kamarnya terbagi ke dalam empat tema: vintage, French, rustic, dan Scandinavian.

Desainnya digarap serius. Arsitek Martin Kandany bermain-main dengan banyak ornamen dan perabot guna menciptakan visual yang atraktif. Kamar tema French misalnya, mengusung desain feminin lewat mebel berwarna lembut dan sentuhan bunga. Sementara tipe rustic kental dengan nuansa industrial berkat penggunaan materi kayu mentah dan dinding polos tanpa cat. Masuk ke lantai dua, kita akan menemukan ruang membaca yang dirancang menyerupai restoran. Layaknya sebuah hotel butik, Summerbird memiliki keleluasaan untuk mengeksplorasi desain.

Kamar dengan gaya barn di Summerbird.

Penginapan ini terletak di lingkungan yang masih sepi. Lokasinya sedikit tersembunyi, namun tidak terlalu sukar dilacak. Summerbird bermukim di dekat Hilton Bandung, tak jauh dari sentra kuliner Paskal Hyper Square. “Bangunan ini dulunya rumah,” ujar Ellis Lee, staf Summerbird. “Fasadnya dipertahankan, namun isinya kami bongkar untuk dijadikan area lobi dan restoran. Tempat Anda menginap di belakang adalah bangunan baru.”

Kata Ellis lagi, Summerbird tidak mengandalkan fasilitas wah untuk memikat tamu, melainkan “pengalaman menginap dengan kearifan lokal.” Mungkin karena masih baru, hotel ini masih harus giat berbenah untuk menunjukkan kearifan lokal tersebut. Pelayanannya kerap kurang cekatan dan koneksi internetnya tidak stabil. Jl. Ksatriaan 11; 022/6030-228; summerbirdhotel.com; doubles mulai dari Rp500.000.

The post 4 Hotel Baru di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/4-hotel-baru-di-bandung/feed/ 0
4 Restoran Khas Eropa di Bandung https://destinasian.co.id/4-restoran-khas-eropa-di-bandung/ https://destinasian.co.id/4-restoran-khas-eropa-di-bandung/#respond Fri, 27 Nov 2015 13:42:20 +0000 http://destinasian.co.id/?p=17673 Empat restoran yang konsisten menyajikan hidangan Benua Biru.

The post 4 Restoran Khas Eropa di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Oleh Yohanes Sandy

Pertumbuhan tempat makan di Bandung sangat cepat. Saban bulan hadir restoran-restoran baru yang siap menyambut turis, namun hanya segelintir yang konsisten menyajikan hidangan autentik Eropa. Alasannya mungkin simpel: karena penggemarnya tak banyak. Kami rekomendasikan empat restoran dengan menu Eropa yang khas. Beberapa di antaranya merupakan pemain baru.

Interior Welfed dengan jendela raksasa untuk memaksimalkan penetrasi cahaya alami.

Welfed
Jika kebanyakan pengusaha kuliner memilih lokasi di pusat kota untuk tempat usahanya, maka lokasi yang dipilih Welfed cukup janggal: Jalan Sersan Bajuri. Berjarak kurang lebih 30 menit berkendara dari pusat kota, Welfed bersemayam di dalam kompleks perumahan Vila Triniti—bertetangga dengan restoran legendaris Kampung Daun.

Welfed tak berdiri sendiri. Restoran yang baru beroperasi pada awal 2015 tersebut melebur dengan Gedong Putih, bangunan serbaguna yang kerap digunakan sebagai tempat melangsungkan resepsi pernikahan. Desain Gedong Putih sendiri cukup memesona yakni mengadopsi gaya rumah mansion dengan jendela-jendela raksasa. Welfed bersarang di lantai dua. Bangunannya dikerek menggunakan material kayu, sedangkan arsitekturnya menggabungkan ruang tertutup dengan balkon semi terbuka yang menyajikan pemandangan kebun rimbun di sekeliling bangunan. Konsep rustic diaplikasikan pada interiornya dengan kandil raksasa bergaya kontemporer disematkan di tengah bangunan. Dua buah meja komunal berdiri manis di bawahnya.

Salah satu menu dessert yang disediakan di jam ‘high tea.’

Karena lokasinya di perbukitan, udara dingin kerap menyerang. Namun, tak perlu khawatir. Pasalnya, Welfed menyediakan sebuah syal hangat yang bisa digunakan pengunjung di setiap kursinya. Dapur Welfed digawangi oleh Ryan Adi Permana, koki muda lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali. Untuk Welfed, pria yang pernah menyabet gelar The Best Asian Junior Chef di ajang Salon Culinaire 2011, ini tak banyak memberikan pilihan, namun kualitasnya tak perlu diragukan. Sebut saja steik black angus, hati angsa, hingga ikan kod. Masing-masing makanannya disajikan dengan presentasi yang cantik layaknya restoran fine dining seperti umumnya.

Welfed buka mulai pukul 15:00 hingga tengah malam. Dari pukul 15 hingga 18, restoran yang kerap penuh di akhir pekan tersebut hanya melayani sesi high tea dengan menu hidangan pencuci mulut serta beragam pilihan minuman mulai dari teh, kopi, jus, hingga koktail. Beranjak malam, dapurnya mulai melayani pemesanan hidangan makan malam. Villa Triniti, No.88, Jl. Sersan Bajuri; 0815-7225-2775; gedongputih.com.

‘Surf and turf’ dan ‘beef wellington‘ yang jadi andalan Royal Stag Bistro.

Royal Stag Bistro
Royal Stag Bistro adalah salah satu restoran khas Eropa di Bandung yang wajib dikunjungi. Beroperasi sejak 23 November 2013, alih-alih menyajikan hidangan Italia seperti restoran Barat kebanyakan, Royal Stag Bistro justru memilih kuliner khas Inggris yang masih asing.

Masuk ke restoran yang bersemayam di Jalan Bukit Dago Utara ini bagaikan bertamu ke kabin berburu khas Inggris. Kursi-kursi kayu dengan warna solid mendominasi. Di beberapa sudut disematkan sofa-sofa berlapis kulit khas Inggris. Salah satu pojok dindingnya dilapisi wallpaper bermotif loreng dan diramaikan dengan tengkorak kepala rusa. “Inspirasinya diambil dari gaya British vintage. Beberapa dekorasinya diimpor langsung dari Negeri Ratu Elizabeth,” ujar Agus Sulaiman, supervisor restoran yang kami temui, “Namun ada juga bahan-bahan yang dipesan langsung dari Yogyakarta. Misalnya tegel yang melapisi lantai restoran.”

Interior Royal Stag Bistro.

Agus mengatakan, sang pemilik restoran lama menetap di Inggris. Oleh karena itu, detail restorannya cukup diperhatikan, termasuk pilihan makanannya guna membawa aura autentik Inggris ke Kota Kembang. Beberapa hidangan yang wajib dicoba di sini adalah meat pie, beef wellington, serta sup Dame Alice. Untuk ukuran restoran lokal, kelezatan hidangannya cukup layak diacungi jempol. Daging steik yang kami coba lumer di mulut. Sausnya sangat memanjakan lidah. Sementara beef wellington-nya dibungkus pastry yang lembut dengan bumbu yang meresap di daging. Untuk urusan minuman, Royal Stag Bistro juga menyediakan sejumlah pilihan wine.

Selain makan siang dan malam, restoran yang sanggup menampung 100 tamu ini juga melayani acara-acara privat seperti resepsi pernikahan berskala kecil. Sementara itu, bagi mereka yang mencintai hal-hal berbau Inggris seperti kaus, keramik, atau tea set, Royal Stag Bistro juga memiliki toko suvenir yang terletak di samping restoran. Barangnya merupakan hasil karya desainer lokal. Jl. Bukit Dago Utara No. 2; 022/250-1595; royalstagbistro.com.

Salah satu sudut galeri seni yang menyambut tamu di Lumiere.

Lumiere
Lumiere mengadopsi konsep restoran yang lumayan marak belakangan ini, yakni mengawinkan galeri seni dan tempat makan. Terletak di Jalan Punawarman, restoran ini menempati bekas rumah tua. Fasadnya tak banyak diubah. Saat masuk, tamu akan disambut dengan galeri seni yang memajang lukisan-lukisan kontemporer karya sejumlah seniman Kota Kembang. “Lukisannya dijual. Tapi untuk detailnya saya tidak tahu,” ujar seorang pelayan yang mengantarkan makanan kami. Desain galeri seninya dibiarkan mengikuti bentuk bangunan. Hanya beberapa tembok dijebol guna menciptakan ruang yang lapang.

Area makan terpisah di bagian belakang. Interiornya mengadopsi gaya rustic dengan penggunaan material kayu dan besi yang cukup dominan. Mirip dengan restoran Ortolana di Auckland. Untuk menunya, restoran yang baru berdiri pada Desember 2014 tersebut menawarkan beragam pilihan hidangan Prancis. “Di sini yang paling laku adalah filet mignon,” kata sang pelayan memberikan rekomendasi. Menurutnya, seluruh makanan di Lumiere disiapkan oleh tim koki lokal dengan mengambil inspirasi dari Negeri Keju.

Area utama restoran Lumiere.

Selain filet mignon, menu khas Prancis lainnya yang bisa ditemukan di sini adalah escargot dan chicken cordon blue. Tersedia juga menu-menu brunch yang cukup menggoda. Meski tak mengukuhkan sebagai restoran fine dining, makanannya disajikan dengan tampilan yang cantik. Rasanya pun tak terlalu mengecewakan. Rupanya, beberapa menu cita rasanya sudah disesuaikan dengan lidah orang lokal. Meskipun namanya berbau Prancis, Lumiere juga menyajikan hidangan dari beberapa negara Eropa, seperti pasta dan menu sarapan ala Inggris. Jl. Punawarman No. 48; 022/420-8556; lumierebisto.com.

Pemandangan dari lantai tiga The Peak Resort Dining.

The Peak Resort Dining
Telah beroperasi selama lebih dari satu dekade, The Peak Resort Dining adalah salah satu restoran fine dining paling populer di Kota Kembang. Berdiri di ketinggian 1.210 di atas permukaan laut, The Peak menjanjikan panorama Bandung dari pegunungan.

The Peak dipecah menjadi tiga lantai dengan pilihan area indoor maupun outdoor. Di lantai teratas, bercokol area makan privat Sky Private Dining Room yang bisa digunakan oleh pasangan untuk menikmati sesi makan malam eksklusif. Dari sini, kota Bandung bisa dilihat tanpa halangan berarti.

Salah satu hidangan andalan The Peak Resort Dining.

Untuk menunya, The Peak fokus pada hidangan steik. Salah satu favoritnya adalah steik wagyu tenderloin yang menggunakan daging impor asal Amerika Serikat. Pilihan lainnya adalah pasta dan aneka daging bakar. Meskipun pangsa pasarnya terbatas, The Peak tetap punya penggemar setia. Restoran yang biasanya cukup ramai saat Hari Kasih Sayang ini sering menggelar sesi wine dinner menggandeng sejumlah produsen wine untuk pelanggan setianya. Tak heran bila koleksi winenya cukup lengkap. Jl. Desa Karyawangi, Ciwaruga Km. 6,8 No.388; 022/278-5429; thepeakresortdining.com.

The post 4 Restoran Khas Eropa di Bandung appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/4-restoran-khas-eropa-di-bandung/feed/ 0