by Yohanes Sandy 08 March, 2017
Festival Musik Rok di Tengah Samudra
Teks & Foto oleh Andrea Forlani
Berlayar dengan Monsters of Rock Cruise, semua harapan tentang liburan kapal pesiar bakal meleset. Di pelabuhan, kita tak akan menemui para pasutri sepuh atau keluarga-keluarga dengan tawa mengembang. Alih-alih, kita akan bersua dengan gerombolan makhluk berambut gondrong, berkaus hitam, mungkin berbadan penuh tato. Orang-orang ini juga menenteng barang-barang yang tak lazim, sebut saja gitar, stik drum, serta amplifier.
Saya sudah tiga kali mencoba Monsters of Rock Cruise. Kapalnya selalu berganti. Pada 2013, ia menggunakan MSC Poesia. Setahun kemudian, penyelenggara menyewa MSC Divina. Februari tahun lalu, saya menaiki NCL Pearl. Perjalanan selalu dimulai dan ditutup di pesisir timur Amerika, tapi titik pemberhentiannya kadang berubah, misalnya Bahamas atau Meksiko.
Menengok sejarahnya, Monsters of Rock Cruise dirintis oleh trio Harlan Hendrickson, Larry Morand, dan Mike London. Ketiganya merupakan penggawa Monsters of Rock, festival rok legendaris yang dicetuskan pada 1980 di Inggris. Ajang tahunan ini sudah tutup usia, tapi semangatnya berlanjut dalam wujud konser terapung di atas kapal pesiar yang bergulir sejak 2012. Apa rasanya menaiki kapal semacam ini?
Galibnya pesiar, Monsters of Rock Cruise menawarkan perjumpaan-perjumpaan yang berkesan, tapi dalam versi yang berbeda. Mungkin lebih tepat disebut “jumpa idola.” Sejak di konter check-in, kita bisa menguping orang-orang yang berbisik senang karena berhasil melihat bintang pujaan mereka. “Lihat, itu Michael Sweet dari Stryper!” ujar seorang penumpang suatu kali. “Ingat orang itu? Dia Kip Winger. Kalau rombongan itu pasti Girlschool,” ujar penumpang lainnya.
Usai check-in, tahap berikutnya adalah penyuluhan keselamatan—satu-satunya aktivitas yang membuat pesiar ini terasa normal. Semua orang, termasuk para musisi, diminta meninggalkan kabin untuk berkumpul dengan mengenakan rompi jingga. Sebuah kesempatan langka untuk melihat rocker pemberontak tunduk pada aturan.
Kelar dengan pembekalan, kapal bergerak dan wisata pesiar ini pun tak lagi terasa “normal.” Menjelang matahari terbenam, seluruh penumpang berkerumun di dek, berdesakan di tepi kolam renang, lalu menonton Sail Away Concert, babak pembuka dari lusinan gigs di sepanjang pelayaran.
“Good morning rockers!” Sapaan dari kelasi wanita ini senantiasa menyeruak dari speaker kabin untuk membangunkan semua penumpang, tak peduli apakah mereka baru tidur pukul empat subuh ataupun masih menderita pengar. Bagi banyak orang, alarm pagi itu tak selalu menyebalkan. Bangun awal menghadiahkan kesempatan untuk menikmati sarapan di dekat para musisi.
Usai mengguncang panggung, para musisi tak lantas menghilang. Mereka berkeliaran, kadang bersama keluarga, dan tak pelit melemparkan senyum, melayani sesi foto (saya masih menyimpan foto wefie bersama Jeff Scott Soto di dalam lift), bahkan meladeni perbincangan santai di depan gelas-gelas bir.
Di jam-jam makan, ada kalanya mereka melemparkan kejutan: mengambil gitar lalu bernyanyi sembari berpindah dari satu meja ke meja lain layaknya pengamen keliling. Saya masih ingat, Ron Keel pernah melakukannya. Sesi makan yang tak mudah saya lupakan.
Monsters of Rock Cruise menyuguhkan banyak acara, mulai dari kontes tato, pertunjukan Cooking with Rock Stars, klinik musik, bahkan pesta pernikahan. Di sela-sela acara, sesi meet & greet paling menyita perhatian. Saban hari, para artis menemui penggemarnya untuk membubuhkan tanda tangan pada vinil atau CD, berfoto bersama, atau membuat lelucon yang memalukan.
Pesiar ini memang tak menjanjikan relaksasi, tapi pastinya meninggalkan banyak memori. Mungkin karena itu ia rawan membuat kecanduan. Sudah tiga kali menaikinya, saya mendapati banyak wajah yang familiar.
Pesta-pesta utama di atas kapal lazimnya dimulai setelah matahari meringkuk. Aturan pakaian? Eksentrik, ajaib, seksi. Tampil aneh diizinkan, bahkan disarankan. Bagi seorang fotografer, suguhan itu tak mungkin dilewatkan. Dengan sedikit keberuntungan, foto karya saya bisa dimuat di majalah Rolling Stone. Satu petuah yang mesti dicamkan:jangan melompat dari panggung kecuali diminta.Tidak ada polisi yang berjaga di ataskapal, tapi satuan keamanan swasta senantiasamengawasi perilaku setiap orang.
Monsters of Rock Cruise, tentu saja, juga singgah di sejumlah titik. Saat lelah diguncang ombak dan mengguncang penonton, kapal ini rehat di pelataran pulau kecil, di muka pantai berpasir putih, atau di sebuah destinasi eksotis di mana penumpang bisa melakoni tur darat lalu kembali ke kabin dengan menenteng suvenir.
Tahun ini, Monsters of Rock Cruise berlayar dengan kapal Brilliance of the Seas milik operator Royal Caribbean. Interiornya menampung 16 bar dan restoran, atrium setinggi sembilan lantai, serta enam kolam renang.
Seperti trip-trip sebelumnya, setiap sudut kapal ini akan dijejali rock club, mulai dari area kolam, teater, hingga bar-bar yang paling tersembunyi. Sajian sampingannya: pentas DJ, karaoke, jam sessions, serta bir dan koktail yang tak henti mengalir.
Brilliance of the Seas bertolak dari Tampa pada 2 Februari 2017, transit di George Town dan Cozumel, kemudian berputar pulang ke Tampa pada 6 Februari saat matahari terbit. Bintang pengisi panggungnya antara lain Saigon Kick, Queensryche, Slaughter, serta Vince Neil dari Motley Crue dan Tom Keifer dari Cinderella. Di kapal ini, kita bisa menerjemahkan secara harfiah penggalan lirik dari grup musik Loudness: “Rock and roll crazy night you are the heroes tonight.”
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Januari/Februari 2017 (“Marine Metal”).