Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sentra Sajian Nusantara di Ubud

Manisan beriktikad menjadi restoran dengan koleksi menu Indonesia terlengkap di Ubud. Tapi kuliner bukan daya tarik satu-satunya.

Oleh Cristian Rahadiansyah
Foto oleh Putu Sayoga

Di jalur sibuk Jalan Hanoman, Manisan berhasil mendapatkan sesuatu yang kian langka tapi paling dicari di Ubud: sawah. Untuk menjangkau restoran, kita mesti menyusuri jalan setapak yang ditata layaknya pematang, lalu mendarat di pendopo rumah joglo tua asal Kudus.

Daftar menunya dikurasi oleh William Wongso, menteri tak resmi Indonesia untuk urusan kuliner. Mengoleksi 81 sajian, Manisan berupaya merangkum sebanyak mungkin masakan ikonis Nusantara. Kita bisa menemukan antara lain naniura Batak, lumpia Semarang, coto Makassar, dan binte biluhuta Gorontalo. Yang terakhir ini adalah sup jagung berisi udang dan cabai.

Kiri-kanan: Bar dengan menu koktail yang beragam; interior Manisan yang indah.

“Berdasarkan survei, kami menyadari Ubud belum memiliki restoran yang menyajikan menu-menu autentik Indonesia secara lengkap. Dari situlah tercetus ide Manisan,” ujar Wahyu Putra, General Manager Alaya Ubud. Manisan adalah bagian dari Alaya, tapi restoran ini diletakkan agak terpisah dari hotel.

Sehari-harinya, dapur Manisan dipimpin oleh Made Siharta, koki yang pernah bekerja untuk Spa Village dan Kayumanis. Seluruh hidangannya merujuk resep tradisional, tapi pemilihan bahan dan gaya presentasinya mengadopsi pendekatan modern. Untuk sate maranggi Purwakarta misalnya, Made memakai wagyu. Sedangkan untuk mi Aceh, emping tak disertakan, mungkin karena kandungan kolesterolnya.

Kiri-kanan: Sate maranggi Purwakarta; hidangan pencuci mulut yang sangat khas Indonesia.

Manisan menampilkan area indoor dan outdoor yang berkapasitas total 128 tamu. Tegelnya yang antik dicetak di Tabanan. Piring dan mangkuknya dipesan dari Gaya. Sementara mebelnya dirancang oleh Made Wijaya, desainer kondang yang mangkat beberapa minggu sebelum Manisan diresmikan pada September 2016. Menuju ke belakang restoran, kita akan menemukan sebuah joglo renta asal Rembang yang bisa disulap menjadi pelaminan.

Di sekitar kompleks Manisan sebenarnya terdapat daya tarik lain yang cukup memukau, tapi mudah luput dari perhatian: lampu taman. Terinspirasi ornamen budaya lokal, lampu-lampu ini memakai batang tembaga yang diukir menyerupai bambu dan dilengkungkan layaknya penjor, sementara tudung bohlamnya didesain mirip perangkap babi liar. Sentuhan estetis ini dibuat oleh Pintor Sirait, seniman yang sepertinya memiliki magnet di kalangan hotelier. Pintor jugalah yang mendesain instalasi di lobi Artotel Sanur dan Alaya Kuta.

Menikmati hidangan khas Indonesia di tepi sawah yang mulai langka di pusat Ubud.

Melalui ikhtiarnya, Manisan tanpa disadari tengah menawarkan “multisensory dining.” Untuk pertama kalinya, kita bisa menikmati kreativitas Pintor Sirait, Made Wijaya, dan William Wongso di satu tempat. Jl. Hanoman, Ubud; 0361/8468-933; manisanbali.com; buka setiap hari pukul 11:00-23:00.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Januari/Februari 2017 (“Joglo Tepi Sawah”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5