Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Repertoar Jilid Dua

Kiri-kanan: Herisman Tojes, seorang alumnus SMSR yang sekarang mengajar di SMSR; cat warna-warni yang menghasilkan karya seni.

Tapi Belanak seperti tak peduli pada lesunya pasar. Para anggotanya terus berpegang pada idealisme, tanpa berkompromi pada selera publik. Kebebasan berekspresi ini berjasa menjaga kemurnian seni Padang sekaligus memastikan kota ini terus memproduksi seniman berkelas.

Di masa lalu, kemurnian seni serupa melahirkan Wakidi. Pelukis naturalis ini wafat lebih dari tiga dekade silam, tapi sosoknya belum berhenti menebarkan inspirasi. Pendekatan sang maestro dalam berkarya bahkan dihidupkan kembali, tentunya dengan sedikit modifikasi, oleh sejumlah perupa kontemporer.

Lahir dengan bakat seni di Plaju, Palembang, Wakidi pernah menuntut ilmu di Kweekschool Bukittinggi, di mana dia menekuni tema-tema pemandangan alam: gunung, sungai, dan ngarai—obyek-obyek yang bertaburan di Sumatera. Wakidi juga sempat berguru pada seniman Belanda, Van Dijk. Bersama Abdullah Suriosubroto dan Mas Pirngadie, Wakidi oleh kritikus kerap ditempatkan dalam kelompok Mooi Indie (“Hindia yang elok”).

Meski orang tuanya lahir di Semarang, Wakidi memilih untuk menetap di Sumatera. Dia bekerja sebagai pengajar di INS (Institut Nasional Syafei) Kayu Tanam, Padang Pariaman. Karya-karya legendarisnya kini tersebar di tangan para kolektor. Seperti Raden Saleh, Wakidi mendokumentasikan banyak lanskap yang berbicara banyak tentang alam Nusantara di masa silam.

Suasana pameran foto di Bukittinggi yang diselenggarakan bersamaan dengan HUT Kota Bukittinggi.

Di bawah asuhan Wakidi, sejumlah seniman besar terlahir di INS Kayu Tanam, sebut saja Zaini, yang pernah berpartisipasi dalam São Paulo Biennial 1953; serta Mochtar Apin, yang sempat menggelar pameran tunggal di Paris dan Amsterdam. Keduanya juga dikenal menggemari obyek-obyek alam. “Naturalis yang kuat itu adanya di INS,” kata Ady Rosa, dosen dan kritikus seni dari Universitas Negeri Padang.

Kepergian Wakidi dan pudarnya Mooi Indie meninggalkan ruang kosong dalam hikayat seni Sumatera. Melalui payung komunitas, perupa muda kini mengisinya lewat karya-karya progresif yang memikat galeri-galeri ternama. Konsistensi mereka akan menentukan seberapa lama Sumatera Biennale menghiasi agenda seni nasional.

Detail

Sumatera Barat

Rute

Padang adalah gerbang utama Sumatera Barat. Rute Jakarta-Padang dilayani oleh Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com), sedangkan Lion Air (lionair.co.id) memiliki penerbangan ke Padang dari sejumlah kota, di antaranya Jakarta, Batam, dan Medan.

Aktivitas

Ekspedisi seni di Sumatera Barat bisa dimulai di Taman Budaya (Jl. Diponegoro 31, Padang), kompleks berisi galeri, gedung pertunjukan, panggung serbaguna, serta pasar seni. Di tempat inilah perhelatan perdana Sumatera Biennale digelar. Jika ingin menemui para perupa senior, kunjungi studio lukis di SMKN 4 (Cengkeh, Lubuk Begalung), yang juga merupakan markas Pentagona+, kelompok seni paling berpengaruh di Sumatera Barat saat ini. Tapi jika Anda ingin melihat karya-karya eksentrik perupa muda, datanglah ke sekretariat Komunitas Seni Belanak (Gang Bakti 2 No. 20, Dadok, Tunggul Hitam; belanak.wordpress.com).

Dipublikasikan perdana di DestinAsian Indonesia edisi Mei-Juni 2013 (“Repertoar Jilid Dua”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5