Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rahasia Kota Melbourne

Mural di AC/DC Lane, gang yang didedikasikan bagi grup musik AC/DC.

Oleh Suhartina Sindukusumo

Di sini Anda harus membayar retribusi jika ingin mengamen,” ujar Fiona Sweetman, pemandu saya, saat kami melewati musisi jalanan yang mangkal di kawasan pusat kota. “Usai membayar, jadwal mengamen akan diatur, sehingga kompetisi antar-pengamen berlangsung adil.” Fiona kemudian membawa saya ke Union  Lane dan Hosier Lane. Kedua jalan ini menyerupai kanvas raksasa bagi para seniman. Banyak dinding di sini dihiasi mural, dan uniknya, semuanya legal. “Pemerintah mendukung aksi para seniman jalanan,” lanjut Fiona. “Saban hari pasti ada mural baru, betapapun kecil ukurannya.”

Pengamen ditata. Mural didukung. Sulit  membayangkan semua itu terjadi di Jakarta.  Betapa banyak emosi yang harus dimuntahkan Ahok untuk mengatur jadwal pentas pengamen. Betapa alot negosiasi dengan Dinas Pekerjaan Umum agar mereka sudi menyediakan dinding untuk dicat seniman.

Ini pertama kalinya saya ke Melbourne, dan saya beruntung bisa menemukan pemandu yang tepat. Fiona sudah hampir 10 tahun mengelola operator Hidden Secrets Tours. Sesuai namanya, perusahaannya berniat membawa pelancong ke sudut-sudut kota yang kerap luput dari brosur wisata. Layaknya pusat informasi berjalan, Fiona  sangat mengenal kotanya. Sebelum bertemu,  kami sempat berkomunikasi via telepon guna  menyusun agenda. Usai mengetahui saya  tengah menanti di restoran Taxi Kitchen, dia  langsung menyarankan: “Coba menu salmon buns dan candied pork.” Dan sarannya jitu.

Saya memesan bakpao berisi selembar salmon yang dilumuri crème fraîche dan ditaburi kacang macadamia; disusul oleh daging babi yang dibumbui campuran gula dan daun bawang, lalu disajikan dengan salad kelapa. Bersama Fiona, saya mengarungi kawasan CBD. Kami menyusuri gang-gang cupet yang dijejali kedai kopi dan butik, melewati perpustakaan yang dipercantik area piknik, serta menyimak alunan musik indie dari toko  vinil.

Melbourne sudah berusia hampir dua abad, tapi kota ini sepertinya enggan beranjak tua. Tren gaya hidup terbaru, termasuk yang berlangsung ribuan kilometer di utara khatulistiwa, bisa ditemukan di sini. Suatu kali, Fiona mengajak saya ke toko musik Basement Discs. Lokasinya sebenarnya di bawah tanah, tapi musik era 70-an yang disetelnya begitu berisik hingga tumpah ke jalan.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5