Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pesona Pulau Indah di Utara Jerman

Barisan restoran di List, kawasan yang sempat dikuasai Denmark. (Foto: Getty Images)

Kaum shiki-miki biasanya berkerumun, berbelanja, makan, dan bergosip di Kampen, desa yang dihuni butik trendi, cottage beratapkan jerami, restoran koki selebriti, serta kelab “Whiskey Meile” yang gaduh. Salah satu kafenya yang mentereng adalah Die Kupferkanne (“panci tembaga”), gerai yang terselip di dalam sebuah bungker Perang Dunia II. Saat memasukinya, semua orang menatap saya, seolah hendak memastikan apakah saya orang terkenal.

Setelah sadar saya hanya rakyat jelata, mereka melanjutkan obrolan. Saya duduk di taman, kemudian menatap laguna luas yang memisahkan Sylt dari daratan Jerman. Di sepanjang pantai, sekelompok pencinta burung yang membawa binocular sibuk meneropong hewan-hewan bersayap di kejauhan. Di Sylt, kita bisa mendapati orang-orang yang membicarakan burung dan menggosipkan sesama di tempat yang sama. Tak lazim memang. Tapi Sylt memang bukan pulau yang lazim.

Pulau ini bersimpuh di atas Laut Wadden, anggota Situs Warisan Dunia, sebuah kompleks lahan basah pesisir yang dihuni rawa dan lumpur, sekaligus rumah bagi lebih dari 10.000 spesies tanaman dan satwa, termasuk jutaan burung yang rutin bermigrasi. Pulau ini adalah juga tempat bermain bagi banyak cabang aktivitas. Sylt menampung penggemar selancar. Tiap musim semi, pertandingan polo digelar di pantainya. Di sisi timurnya terdapat Keitum, desa dari abad ke-13, di mana perajin logam, keramik, serta beling setia melestarikan tradisi kerajinan kuno. Pencinta teater datang untuk menonton opera musim panas, sedangkan kaum pekerja berkumpul di empat padang golf tepi laut.

Sylt juga memiliki restoran mewah per kapita terbanyak dibandingkan semua pulau lain yang pernah saya kunjungi. Pulau ini mengoleksi sembilan bintang Michelin. Gerainya yang paling menonjol adalah Sansibar di tepi selatan, serta Jörg Müller di sebuah hotel di Westerland, kota utama di Sylt. Dari semua magnet glamor Sylt, tawaran terbaiknya tetaplah pantai. Bahkan di level Eropa, pantai-pantai Sylt tercantum dalam klasemen elite. Kita bisa menemukan pasir luas berwarna emas yang dibingkai tebing berwarna cokelat kekuningan. Di musim panas, bukit-bukit pasir seolah disiram warna jambon dan lavender. Di salah satu sudutnya, puing-puing dermaga tua menyisakan bibir kayu keriput yang menusuk ombak, sementara mercusuar jangkung di belakangnya rutin mengirimkan peringatan kepada kapal-kapal untuk senantiasa menjaga jarak.

Kiri-kanan: Menyusuri jalan setapak yang ramah pengunjung; Toko Louis Vuitton yang terlihat lebih membumi.

Melestarikan semua keindahan itu sejak lama menjadi prioritas bagi aparat pulau. Sejumlah inisiatif untuk melindungi pantai dari erosi diterapkan sejak 150 tahun silam, contohnya penanaman rumput marram untuk menstabilkan fondasi bukit-bukit pasir. Sejak 1970-an, pemerintah mengucurkan $238 juta demi mengimpor satu juta meter kubik pasir per tahun guna menguruk pantai di sisi barat. Separuh lahan pulau ini, termasuk pantai, lahan lumpur, dan padang heather, distempel verboten bagi konstruksi.

Pembangunan jalur pejalan kaki membantu pengunjung menikmati buah dari semua upaya tersebut. Tapi hari ini saya lebih memilih mendaki dan menuruni bukit-bukit di pesisir dengan traktor yang dikemudikan oleh Greg Baber, Manajer Pantai Kampen. Pria ini punya tugas beragam, seperti mengawasi proyek konsesi, merawat kursi anyaman yang tersebar di pantai, serta mengatur jadwal penjaga pantai. Tapi satu tanggung jawab terpentingnya adalah menjalankan program konservasi, yakni memastikan manusia maupun cuaca tidak merusak aset Sylt yang paling berharga.

Salah satu menu di Sansibar, restoran tersohor di Sylt. (Foto: Sansibar)

Greg mendarat pertama kalinya di Sylt pada 1970-an untuk menikmati hidup dan memikat seorang wanita. “Saya jatuh cinta dua kali,” ujarnya, saat traktor kami bergemuruh di batas pantai. “Yang pertama dengan seorang wanita. Kedua dengan Sylt. Bagi saya, pulau ini menyerupai Grand Canyon, sesuatu yang layak diselamatkan.” Dan sepertinya juga layak dikunjungi tanpa busana.

DETAIL
Sylt

Rute
Setiap harinya ada lebih dari selusin keberangkatan kereta dari Hamburg ke Sylt.

Penginapan
Di bukit-bukit pasir di semenanjung selatan Sylt, Dorint Söl’ring Hof (49-4651/836-200; soelring-hof.de; doubles mulai dari $540) menempati rumah beratap pelana yang diisi hanya 15 kamar.

Makan & Minum
Untuk wisata kuliner, salah satu restoran yang mesti didatangi adalah Restaurant Jörg Müller (49-4651/27788; jmsylt.de), bagian dari hotel yang dijalankan oleh Jörg dan Barbara Müller. Restoran ini menyajikan haute cuisine pan-Eropa dengan sentuhan khas Frisian. Lebih jauh ke selatan, Sansibar (49-4651/964-656; sansibar.de) menawarkan beach club, wine bar, dan restoran di bawah satu atap.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi November/Desember 2014 (“Pulau Pelesir Panser”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5