Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Magnet Hutan Kota Terbaik di Asia

Semua itu adalah buah dari upaya perawatan yang serius. Pemerintah Singapura tidak melihat SBG semata sebagai situs sejarah, tapi juga aset untuk meningkatkan daya tarik negeri ini sebagai sebuah hunian.

“Kebun ini adalah simbol dari visi Singapura sebagai Kota dalam Taman,” ungkap Dr. Nigel Taylor, Direktur SBG. “Sebuah bentuk dukungan untuk penghijauan kota, serta komitmen demi membantu menciptakan lingkungan tinggal yang nyaman.”

Kisah SBG dimulai dari sebuah ladang budi daya tanaman komersial yang diinisiasi oleh Sir Stamford Raffles, pendiri Singapura. (Raffles jugalah yang mencetuskan ide taman di dekat Istana Bogor). Lokasi awalnya di Fort Canning, empat kilometer dari lokasi SBG saat ini. Pada 1822, Raffles membuka lahan 19 hektare untuk ditanami pala, cokelat, dan cengkih—tiga komoditas yang sangat bernilai tinggi kala itu.

Sayang, belum sempat kebun itu menghasilkan laba, Raffles keburu hengkang dari Singapura. Akibat biaya perawatan yang tinggi dan utang yang menggunung, kebun pun di tutup pada 1829, kemudian lahannya ditempati sekolah, rumah sakit, dan Gereja Armenia.

Tiga dekade kemudian, Agri-Horticultural Society melanjutkan mimpi Raffles dengan melansir kebun baru seluas 22 hektare di kawasan Tanglin. Lawrence Niven, pria Skotlandia, ditunjuk sebagai perancangnya. “Kebun botani ini didesain mengikuti topografi tanah,” ujar seorang staf SBG. Niven memang tidak mengusik bukit dan lembah di sini. Dia hanya mempercantiknya dengan memasang jalur pejalan kaki, merapikan posisi pohon, juga mendirikan kebun binatang mini. Penataan yang merujuk pada model “pleasure garden” khas Inggris.

Suasana Singapore Botanic Garden yang sejuk.

Di kebun baru itulah lahir laboratorium botani terpandang dunia. Para peneliti melakukan riset bibit yang hasilnya kemudian dipakai di banyak negara. Tempat ini pernah mengekspor jutaan bibit karet ke sejumlah negara di Asia Tenggara, Afrika, dan Kepulauan Karibia.

Berkatnya, tanah-tanah jajahan Inggris, terutama di Semenanjung Malaya, menjadi pemimpin pasar di bisnis karet—sektor yang kemudian meledak berkat pertumbuhan industri otomotif dan meroketnya kebutuhan ban. Produk kebanggaan lain dari kebun Tanglin itu adalah anggrek hibrida Spathoglottis Primrose—inovasi monumental yang turut melecut bisnis ekspor anggrek. Begitu bangganya Singapura dengan pencapaian tersebut hingga gambar anggrek dicetak pada beberapa lembar uang kertas dan koin. Pada 1874, manajemen kebun Tanglin berpindah tangan ke pemerintah, hingga akhirnya kebun ini berevolusi menjadi SBG seperti yang kita kenal sekarang.

Secara umum SBG menjalankan fungsi rekreasi dan edukasi. Riwayat penelitian di sini didokumentasikan rapi di Botany Centre. Memasuki kompleks riset ini, saya disambut oleh pohon penaga laut bersejarah yang menjadi ikon tempat ini. Tubuhnya hitam dan kulitnya berkerak. Belasan batangnya mencuat dan membentuk jaring layaknya sarang laba-laba. Sosok menakutkan yang menyimpan kisah mistis. Syahdan, pada masa Perang Dunia II, banyak serdadu Jepang melakukan hara-kiri di bawah pohon tersebut. Rumor hantu gentayangan kemudian beredar, terutama setelah sejumlah alat berat mogok secara misterius dalam proses pembangunan Botany Centre.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5