Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Eksplorasi Destinasi Baru di Bandung

Area outdoor Miss Bee Providore.

Oleh Suhartina Sindukusumo

Batagor Kingsley bukan satu-satunya tempat yang dipenuhi antrean manusia di Bandung. Di kawasan Ciumbuleuit, sebuah restoran berhasil memaksa puluhan orang menahan lapar demi mencicipi menu-menu inovatif. Dengan daftar antrean kerap mencapai 30-an orang, Miss Bee Providore jelas sangat menguji kesabaran. Tapi penantian lama itu sepadan dengan hasilnya. Duduk di dalam rumah kaca bernama Honeysuckle, saya menyantap makanan seraya menyaksikan pohon-pohon buah seperti leci dan avokad. Andaikan duduk di dalam rumah tua, panoramanya lebih semarak: fonograf, sepeda onthel, serta barisan stoples berisi selai, bumbu rujak, sambal khas Sunda, juga kue-kue kering buatan warga Bandung dan Bali.

Miss Bee baru dibuka pada April 2014, tapi jumlah konsumennya (dan daftar tunggunya) mulai menyaingi Apotek Kimia Farma. Restoran ini awalnya dikenal lewat menu sarapannya, contohnya watermelon salad (campuran granola, yoghurt, melon, stroberi, dan madu), serta shroomwich (roti lapis berisi tumis jamur, keju mozzarella, dan arugula). Setelah foto-foto menunya marak beredar di jaringan maya, pamor Miss Bee meledak. Sang koki, Andi, membalas pujian publik dengan meracik suguhan yang menggiurkan, salah satunya DIY Thai salad dan larb gai pasta yang diguyur saus pedas.

Miss Bee adalah noktah kecil dari gejala besar yang melanda Bandung dalam beberapa tahun terakhir: kembalinya gairah kota ini dalam melecut kreativitas. Di antara barisan gedung art deco, di sela-sela factory outlet, di bawah pemimpin generasi baru Ridwan Kamil, ide-ide progresif berloncatan. Pencetusnya beragam, mulai dari dosen matematika sampai pecandu kopi. Bersama-sama mereka memastikan kota ini tetap wangi seperti kembang, terus menawan layaknya Paris, dan santer bergema seperti teriakan bobotoh. Selama dua hari, saya melacak mereka.

Selain mebel, UNKL347 juga menjual produk fesyen.

Awalnya hanya sebuah distro, UNKL347 berkembang menjadi penantang bagi IKEA. Selain kaus-kaus oblong yang kaya narasi, perusahaan ini menjajakan perlengkapan rumah tangga yang semuanya dikonsep dan dirakit oleh tangan-tangan terampil lokal. Kisahnya dimulai oleh Dendy Darman, perantauan yang berkuliah di Seni Rupa ITB. Di tengah suburnya pertumbuhan FO, pada 1996 Dendy menawarkan alternatif yang tak kalah menggoda: distribution store, atau pendeknya, distro. Spesies unik di bisnis retail ini mewadahi karya-karya anak negeri, berbeda dari FO yang lebih didominasi merek impor berharga miring. >>

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5