Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

7 Tempat Baru di Bandung

Dari kiri ke kanan: interior Buttercup yang mewah; roti egg ham yang menggugah selera; seorang koki di dapur Buttercup.

Teks dan foto oleh Yohanes Sandy

Buttercup Boulangerie
Namanya unik. Namun sebagian orang lebih suka menyebutnya dengan Buttercup Bakery. Toko roti ini bersemayam di Jalan Djuanda, bersarang di dalam bangunan berarsitektur kolonial yang terletak di halaman hotel Four Points Bandung. Interiornya mengusung gaya elegan dengan sofa berlapis kulit.

Toko roti ini buka akhir Juli 2016. Saat saya datang, mereka masih dalam masa soft opening. Seperti toko roti kebanyakan, konsep jualannya pun sama. Roti-roti hangat beraneka rasa dipajang berderet. Tamu bisa memilih sesukanya. Tapi yang menarik, resep-resepnya diciptakan oleh salah satu koki pastry terbaik asal Jepang, Kurata Hirokazu. Di Jepang, Kurata sendiri memiliki enam toko roti bernama Daisy di Kawaguchi dan Warabi.

Saya mencoba beberapa pilihan rotinya, seperti roti kroisan dan egg ham untuk sarapan lengkap dengan segelas kopi cappuccino hangat. Roti kroisannya lembut, meskipun kepadatannya perlu ditingkatkan lagi. Sedangkan egg ham-nya mencuri perhatian dengan rasa gurih yang pas dan roti yang super lembut. Sementara itu, karena tidak ditangani oleh barista profesional, cappuccino disajikan seadanya. Padahal pemilihan biji kopinya sudah cukup mumpuni.

Bagi Anda yang menyukai sesi afternoon tea, paketnya dibanderol Rp125.000. Ke depannya, selain pilihan pastry, Buttercup juga akan menyajikan menu main course yang tersedia untuk makan siang dan malam. Jl. Ir. H. Djuanda No. 46.

Dari kiri ke kanan: fasad gedung HolyRibs Bandung; sajian iga bakar; interior HolyRibs Bandung.

HolyRibs
Grup The Holycow! melebarkan sayapnya ke Bandung. Restoran yang memulai usahanya dengan merilis Holycow Steakhouse by Chef Afit ini membuka gerai restoran iga bakar ketiganya sekaligus gerai pertama di Bandung.

HolyRibs Bandung bersemayam di Jalan Tirtayasa. Bangunannya merupakan bekas rumah warga yang dipugar menjadi restoran dengan kapasitas yang tak terlalu besar. “Ini cabang pertama yang memiliki area outdoor,” ujar Afit Dwi Purwanto, pemilik sekaligus koki restoran tersebut setengah berpromosi.

Seperti cabangnya di Jakarta, menu andalannya adalah iga bakar yang dimasak secara perlahan dalam waktu 10-12 jam. Pilihan dagingnya mulai dari US Prime hingga wagyu. Karena dimasak dengan cara slow cooking, maka daging jadi gampang lepas dari tulang dan lumer di mulut. Selain iga, HolyRibs juga menyediakan pilihan steak, ayam, dan sosis. Jl. Tirtayasa No. 30; 0812-2002-3458.

Dari kiri ke kanan: penataan meja dan kursi khas kedai kaki lima; sate babi yang menjadi primadona; salah satu sudut Sudirman Street.

Sudirman Street
Ini bukan nama restoran, namun merupakan sentra kuliner Pecinan yang terletak di Pecinan. Sudirman Street dirancang sebagai pujasera yang menampung pedagang kaki lima. Mirip dengan Gurney Drive Hawker Center, pujasera paling ramai di Penang. Lupakan kursi nyaman dan ruangan dengan pendingin udara. Semua yang datang memiliki tujuan yang sama: menikmati kuliner terbaik Pecinan.

Beberapa kios buka dari siang, namun sejatinya roda kehidupan di Sudirman Street dimulai dari pukul 18:00. Pujasera ini menampung beragam kuliner khas Tiongkok maupun Peranakan. Sebut saja nasi campur babi, sate babi, ba kut teh, iga babi panggang, hingga martabak babi. Salah satu primadona di sini adalah sate babi dari kedai Wibisana yang selalu dipadati pengunjung. Jl. Sudirman No. 107 – Jl. Cibadak No. 114.

Dari kiri ke kanan: pemandangan di Wot Batu; kursi merenung yang terbuat dari batu; salah satu instalasi seni.

Wot Batu
Wot Batu bukan restoran atau kedai kopi, melainkan galeri seni yang menampung instalasi seni karya seniman asal Bandung, Sunaryo. Wot Batu terletak di Jalan Bukit Pakar Timur. Lokasinya hanya beberapa langkah dari Selasar Sunaryo yang tersohor itu. “Butuh waktu tiga tahun bagi Pak Sunaryo untuk membangun instalasi ini,” tutur pemandu yang membimbing saya waktu itu.

Wot Batu dibuka pada 2015 di atas lahan seluas 2.000 meter persegi. Di dalamnya terserak 11 karya seni yang terbuat dari 136 batu dalam berbagai ukuran dan bentuk. Beberapa batunya didatangkan dari luar negeri. Menurut sang pemandu, Sunaryo membangun tempat ini sebagai “jembatan” yang menghubungkan antara fisik dan jiwa manusia, serta empat elemen kehidupan, yakni air, tanah, dan angin. Elemen tersebut diterjemahkan pada instalasi-instalasi di dalam Wot Batu.

Wot Batu dibangun mengawinkan bangunan bergaya modern minimalis dengan taman luas. Dari ruang istirahatnya, pengunjung dapat menikmati minuman segar sambil melihat pemandangan perbukitan. Tiket masuk dibanderol Rp50.000 per orang termasuk pemandu dan segelas minuman segar. Jl. Bukit Pakar Timur No.98; 022/8252-4480; wotbatu.id.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5