Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

10 Alasan Baru ke Singapura

Kiri-kanan: Salah satu sudut kompleks National Stadium; Kallang Wave Mall, tempat belanja perlengkapan olahraga.

National Stadium Area
Seperti Senayan, tapi tawarannya lebih beragam. Kita bisa menjajal panjat tebing, berenang, bermain voli pasir, atau sekadar mengagumi terbenamnya mentari dengan latar kota. Jika malas berkeringat, kita bisa berkelana di Sports Museum atau berbelanja perlengkapan olahraga di Kallang Wave Mall. Luas kawasan National Stadium mencapai 35 hektare, bagian dari kompleks Sports Hub. Mengunjunginya kini lebih mudah berkat kehadiran Circle dan Downtown MRT Lines. Singapura belum memiliki tradisi prestasi olahraga yang menyilaukan, tapi negara ini tengah bergairah mencetak atlet, terutama sejak Joseph Schooling menyabet medali emas Olimpiade di cabang renang. Sports Hub kini bagaikan kawah yang bertekad menggodok lebih banyak Joseph. 1 Stadium Dr; 65/6653-8900; sportshub.com.sg.

Kapok menggabungkan kafe dan bazar yang penuh dengan barang lokal.

Kapok
Logo-logo di etalase mal selalu menggiurkan, tapi jika mencari tempat belanja alternatif yang lebih kaya “muatan lokal,” Kapok layak dipertimbangkan. Butik yang terselip di sisi gedung National Design ini menjajakan beragam kreasi buatan perancang dalam negeri, ditambah produk-produk dari banyak negara yang diseleksi secara personal. Jangan terkejut jika Anda melihat kreasi A.P.C dan Sandqvist bersanding dengan Myrrh dan KURU. Butik ini dirintis sebagai popup store pada 2006 di Hong Kong oleh pengusaha Prancis Arnault Castel. Untuk cabang Singapura, dia menciptakan fasilitas tambahan berupa kafe yang digarap melalui kerja sama dengan merek populer Tanuki Raw Café. 111 Middle Road; 65/6339-7987; ka-pok.com.

Formasi bebatuan granit di Little Guilin, area piknik yang populer bagi warga lokal.

Little Guilin
Julukannya menjelaskan sosoknya: versi mini dari formasi granit raksasa di Guilin, Tiongkok. Kawasan yang teronggok di belahan barat Singapura ini menawarkan lintasan joging, lanskap hijau seluas 42 hektare, dan ratusan titik untuk menyerap panorama bebatuan megah yang menyeruak di tengah danau hening. Area yang dulu menampung tambang ini sangat populer di kalangan pengamat burung, fotografer, juga penggemar piknik di akhir pekan—aktivitas yang dulu pernah saya lakoni saat berusia 10 tahun bersama ayah. Bukit Batok Town Park, Bukit Batok East Avenue 5; 65/1800-4717-300; nparks.gov.sg.

Salah satu rumah tradisional di Kampong Buangkok, Singapura.

Kampong Lorong Buangkok
Indonesia punya cukup banyak kampung. Jadi, untuk apa terbang ke Singapura demi melihatnya? Pertama, karena Lorong Buangkok (lihat videonya di sini) sejatinya sebuah antitesis yang menarik. Saat Singapura dicirikan oleh orang-orang yang berbicara dan bergerak cepat, Lorong Buangkok mengajak kita memperlambat detak jantung dengan menyaksikan warga menikmati waktu, membiarkan hari berlalu, meski suara palu pekerja konstruksi terus bergema di sekitar mereka.

Alasan kedua, Lorong Buangkok adalah jembatan ideal untuk berziarah ke masa lalu Singapura. Permukiman ini mulai dihuni pada 1956, sembilan tahun sebelum Singapura merdeka. Kini hanya segelintir keluarga yang mendiaminya. Rumah-rumah mereka masih terawat, dengan panel-panel kayu yang dikelir jambon, biru, hijau, dan kuning. Saya berharap tempat ini terus lestari, juga dilestarikan. Di tengah negeri yang giat berlari sebagai jantung finansial Asia Tenggara, Lorong Buangkok, kampung terakhir di daratan Singapura, sejatinya merupakan sebuah cagar budaya. 7 Lor Buangkok.

Jika Anda punya rekomendasi tempat menarik di Singapura menurut versi Anda sendiri, silakan tulis di kolom komentar di bawah.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Maret/April 2017 (“Kolase Klandestin”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5